EVALUASI KURIKULUM
Oleh : NARTO (SABDONARTO@GMAIL.COM)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah kurikulum diimplementasikan beberapa waktu
lamanya, dengan pengertian bahwa kurikulum selalu diupayakan dalam kondisi siap
untuk dikembangkan kembali dan diperbaiki kembali demi penyempurnaan, maka
kurikulum tersebut perlu diadakan penilaian secara menyeluruh.[1]
Hasil dari penilaian
kurikulum yang menyeluruh tersebut digunakan sebagai bahan pengendalian mutu
pelaksananan kurikulum dan bahan pengembangan kurikulum pada tahun pelajaran
berikutnya.
Pengalaman-pengalaman yang
diperoleh pada saat kurikulum diimplementasikan akan memberikan kematangan
untuk menemukan inovasi-inovasi baru yang lebih baik dan sempurna.[2]
Evaluasi kurikulum memegang
peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya,
maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi
kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para
pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan
sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil
evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para
pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa,
memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara
penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.[3]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas,
maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana pengertian evaluasi
kurikulum ?
2.
Bagaimana model-model evaluasi
kurikulum ?
3.
Bagaimana tujuan evaluasi
kurikulum ?
4.
Bagaimana fungsi evaluasi
kurikulum ?
5.
Bagaimana azas evaluasi kurikulum
?
6.
Bagaimana aspek-aspek evaluasi
kurikulum ?
7.
Bagaimana jenis-jenis program
evaluasi kurikulum ?
8.
Bagaimana kriteria evaluasi
kurikulum ?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis
dapat menentukan tujuan pembahasan sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui pengertian
evaluasi kurikulum.
2.
Untuk mengetahui model-model
evaluasi kurikulum.
3.
Untuk mengetahui tujuan evaluasi
kurikulum.
4.
Untuk mengetahui fungsi evaluasi
kurikulum.
5.
Untuk mengetahui azas evaluasi
kurikulum.
6.
Untuk mengetahui aspek-aspek
evaluasi kurikulum.
7.
Untuk mengetahui jenis-jenis
program evaluasi kurikulum.
8.
Untuk mengetahui kriteria evaluasi
kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Kurikulum adalah ”suatu program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan
tertentu”. Sedangkan evaluasi pada dasarnya merupakan ”penetapan baik-buruk,
memadai-kurang memadai (judgement), terhadap sesuatu berdasarkan
kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan”.[4]
Dengan demikian evaluasi kurikulum berarti “penetapan
baik-buruk, memadai-kurang memadai, atau layak-kurang layak terhadap program
pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria tertentu
yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti kriteria
itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat )”.[5]
Dari pengertian itu dapat ditangkap adanya 3 komponen
evaluasi, yaitu: (1) deskripsi program pendidikan yang hendak dievaluasi; (2)
kriteria yang telah disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan, baik
perumusannya maupun penerapannya dalam proses evaluasi; dan (3) penetapan
baik-buruk, memadai-kurang memadai, layak-kurang layak atau sejenisnya, yang
disebut dengan judgement.[6]
Evaluasi dan kurikulum
merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri, namun ada hubungan sebab
akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum,
sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum.[7]
B. Model-Model Evaluasi Kurikulum
1.
Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model
penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen
lapangan.
Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan serta hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.[8]
Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan serta hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.[8]
Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai
tahun1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian
botani pertanian. Model eksperimen dalam pertanian dapat digunakan dalam
pendidikan, anak dapat diumpamakan seperti benih, sedang kurikulum serta
berbagai fasilitas serta system sekolah dapat disamakan dengan tanah dan
pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan anak serta hasil yang
dicapai dapat digunakan test (pre test dan post tes). Tes adalah teknik
penelitian yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam pencapaian suatu kompetensi tertentu, melalui pengolahan secara
kuantitatif yang hasilnya berbentuk angka. Berdasarkan angka itulah
selanjutnya ditafsirkan tingkat penguasaan kompetensi siswa.[9]
Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan
eksperimen lapangan adalah mengadakan pembandingan antara dua macam
kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda.
Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan
rinci. Besarnya sampel, variabel yang terkontrol , hipotesis, treatment, tes
hasil belajar dan sebagainya, perlu dirumuskan secara tepat dan rinci.[10]
Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen
lapangan yaitu:
1.
Kesulitan administratif, sedikit
sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
2.
Masalah teknis dan logis, yaitu
kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang
diuji.
3.
Sukar untuk mencampurkan guru-guru
untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol,
2.
Evaluasi Model Obyektif
Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari
Amerika Serikat. Perbedaan model objektif dengan model komparatif ada dalam dua
hal :
1)
Dalam model objektif evaluasi merupakan bagian
yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum.
2)
Kurikulum tidak dibandingkan
dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif ( tujuan khusus
)[12]
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang
model objektif, yaitu:
1.
Ada kesepakatan tentang
tujuan-tujuan kurikulum.
2.
Merumuskan tujuan-tujuan tersebut
dalam perbuatan siswa.
3.
Menyusun materi kurikulum yang
sesuai dengan tujuan tersebut.
4.
Mengukur kesesuaian antara
perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.[13]
Pendekatan ini yang digunakan oleh Ralph Tylor (1930)
dalam menyusun tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan tes, sebagai asal
mula pendekatan sistem (system approach). Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom
dengan kawan-kawannya menyusun klasifikasi sistem tujuan yang meliputi
daerah-daerah belajar (cognitive domain). Mereka membagi proses mental yang
berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu (1) knowledge, (2)
comprehension, (3) application, (4) analysis, (5) synthesis, dan (6)
evaluation.[14]
Dasar-dasar
teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan
kurikulum dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem
intruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribed
Instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research And
Develovment Centre Universitas Pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum
yang memiliki 7 unsur :
1)
Tujuan-tujuan pengajaran yang
disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan nit-unit.
2)
Suatu prosedur program testing.
3)
Pedoman prosedur penulisan.
4)
Materi dan alat pengajaran.
5)
Kegiatan guru dalam kelas.
6)
Kegiatan murid dalam kelas.
7)
Prosedur pengelolaan kelas.[15]
3.
Evaluasi Model Campuran
Multivariasi
Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan Bloom
melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang
menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode tersebut masuk ke bidang kurikulum dari proyek evaluasi. Metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah computer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960.[16]
Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode tersebut masuk ke bidang kurikulum dari proyek evaluasi. Metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah computer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960.[16]
Langkah-langkah model multivariasi adalah sebagai berikut:
1)
Mencari sekolah yang berminat untuk
dievaluasi/diteliti.
2)
Pelaksanaan program. Bila tidak
ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal,
3)
Sementara tim penyusun tujuan yang
meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode
unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
4)
Bila semua informasi yang
diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer,
5)
Tipe analisis dapat juga digunakan
untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.[17]
Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam model campuran
multivariasi, yaitu:
1.
Diharapkan memberikan tes statistik
yang signifikan.
2.
Terlalu banyaknya variabel yang
perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan komputer hanya 40 variabel, sedangkan
dengan model ini dapat dikumpulkan sampai 300 variabel.
3.
Meskipun model multivariasi telah
mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap
menghadapi masalah-masalah pembandingan.
4.
Model EPIC (Evaluation Program for
Innovative Curriculums)
Model EPIC menggambarkan keseluruhan program
evaluasi dalam sebuah kubus. Kubus tersebut mempunyai tiga bidang, yaitu:
1. Behavior
(perlakuan) yang menjadi sasaran pendidikan yang meliputi perilaku cognitive, affective
dan psychomotor.
2. Instruction
(pengajaran) yang meliputi organization, content, method, facilitiesand cost.
3. Kelembagaan
yang meliputi student, teacher, administrator, educational specialist, family
and community[18]
5.
Model CIPP (Context, Input,
Process dan Product)
Model CIPP (Context, Input, Process dan Product)
yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan
lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme
pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan
kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria
tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan
dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam
(1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context,
Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut
perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan.
Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1.
Context; yaitu
situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi
pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti :
kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin
dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang
dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2.
Input; bahan,
peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti :
dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar,
sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.
Process;
pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan
proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para
pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4.
Product;
keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka
pendek dan jangka lebih panjang.[19]
6.
Model C – I – P – O – I
Model pendekatan ini diadopsi dari CIPP-nya Daniel
L. Stufflebeam (1971) yang menyatakan bahwa evaluasi dapat membantu proses
pengambilan keputusan dalam pengembangan program. Model pendekatan ini terdiri
dari :
1.
Context
Evaluation (C); evaluasi untuk menganalisa problem dan kebutuhan dalam suatu
sistem. Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk dilakukan dengan tidak melepaskan
diri dari konteks yang membentuk sistem itu sendiri dalam upaya pencapaian
tujuan program.
2.
Inputs
Evaluation (I); mengevaluasi strategi dan sumber-sumber yang diperlukan untuk
mencapai tujuan program. Hasil input evaluation dapat membantu pengambil
keputusan untuk memilih strategi dan sumber terbaik dalam keterbatasan tertentu
untuk mencapai tujuan program
3.
Process
Evaluation (P); evaluasi dilakukan dengan maksud memonitor proses pelaksanaan
program, apakah kegiatan berjalan sesuai dengan perencanaan sehingga mengarah
pada pencapaian tujuan program.
4.
Outputs
Evaluation (O); evaluasi dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh hasil
yang diperoleh oleh program yang telah dikembangkan. Tentu saja, hasilnya dapat
digunakan untuk mengambil keputusan apakah program diteruskan, diberhentikan
atau secara total diubah.
5.
Impacts
Evaluation (I); evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program yang
telah dikembangkan memberikan dampak yang positif dalam jangka waktu yang lebih
panjang. Pemaparan di atas kiranya dapat digambarkan sebagai berikut:
CONTEXT
INPUTS
PROCESS
OUTPUTS
IMPACTS[20]
INPUTS
PROCESS
OUTPUTS
IMPACTS[20]
7.
Model I – P – O
Penerapan model I – P – O pada sistem pembelajaran kiranya
dapat digambarkan sebagai berikut :
INPUT
PROCESS
OUT PUT[21]
PROCESS
OUT PUT[21]
8.
Model I – P – O – I
Penerapan model I – P – O – I pada sistem
pembelajaran kiranya dapat digambarkan sebagai berikut :
INPUT
PROCESS
OUT PUTS
PROCESS
OUT PUTS
IMPACTS[22]
9.
Model 3 P (Program – Proses –
Produk)
Model pendekatan ini merupakan model yang diadopsi
dari model yang dikembangkan oleh Raka Joni (1981); esensi dari pendekatan
evaluasi model ini, adalah sebagai berikut :
1. Evaluasi
Program; yakni merupakan evaluasi yang lebih memfokuskan diri pada evaluasi
perencanaan program, dengan demikian evaluasi dilakukan sebelum program
dilaksanakan untuk menetapkan rasional kelompok sasaran (targetted groups)
serta mengidentifikasi kebutuhan (needs assessment) dan potensi yang ada
padanya di samping mengkaji dibelakang meja kesesuaian, perangkat kegiatan
program dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan untuk dicapai. Dengan demikian
maka evaluasi perencanaan program merupakan bagian integral dari pada
pengembangan program.
2. Evaluasi
Proses yaitu evaluasi yang cenderung mengarah pada bentuk monitoring yang
dilakukan pada saat kegiatan-kegiatan program berlangsung dan dimaksudkan untuk
menjawab dua kelompok pertanyaan : apakah kegiatan-kegiatan program dilakukan
atau diwujudkan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan di dalam desain
program ? apakah program secara efektif mencapai kelompok sasaran yang telah
ditetapkan ?. Model evaluasi ini sangat penting untuk pengembangan program
sebab tidak dengan sendirinya pelaksanaan kegiatan-kegiatan program sesuai
dengan tujuan serta niat yang semula ditetapkan. Dalam bahasa analisis sistem,
evaluasi ini dinamakan evaluasi proses.
3. Evaluasi
Produk merupakan evaluasi terhadap aspek hasil ditujukan kepada pencapaian
tujuan program baik jangka pendek (hasil antara), maupun jangka panjang (hasil
akhir). Maka, yang hendak dinilai adanya kesesuaian antara tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dengan hasil-hasil yang diperoleh. Di samping itu hasil-hasil
sampingan baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki, dapat dideteksi
melalui evaluasi ini.[23]
C. Tujuan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dilakukan bertujuan untuk mencari
jawaban atas permasalahan sebagai berikut:
1)
Sejauh mana para pelaku di
lapangan sudah memahami dan menguasai kurikulum lengkap dengan semua
komponennya.
2)
Sejauh mana efektivitas
pelaksanaannya di sekolah.
3)
Sejauh mana efektivitas penggunaan
sarana penunjang seperti buku, alat pelajaran/alat peraga dan fasilitas lainnya
serta biaya dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.
4)
Sejauh mana siswa telah berhasil
mencapai tujuan yang dirumuskan, atau sejauh mana siswa telah menguasai
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan.
5)
Apakah ada dampak pelaksanaan
kurikulum, baik yang sifatnya positif maupun negatif yang merupakan akibat yang
ditimbulkan oleh kurikulum yang belum diperkirakan sebelumnya? [24]
Tujuan evaluasi kurikulum (program pendidikan) adalah
untuk mengambil keputusan tentang penetapan pilihan mana diantara program
pendidikan yang baik, memadai atau layak dilaksanakan, dan mana pula yang
kurang baik, kurang memadai dan kurang layak untuk dilaksanakan, yang biasanya
disebut sebagai “evaluasi sumatif “. Di samping itu, evaluasi kurikulum juga
bertujuan untuk menyempurnakan program pendidikan yang direncanakan dan sedang
dilaksanakan, dengan jalan memberikan umpan balik kepada petugas pengembang
program, yang biasanya disebut sebagai “evaluasi formatif”.[25]
Perbedaan kedua tujuan evaluasi kurikulum tersebut
bukan terletak pada proses pelaksanaannya, tetapi lebih terletak pada hakikat
tindakan yang perlu dilaksanakan sebagai konsekuensi dari judgement yang
ditetapkan.[26]
D. Fungsi Evaluasi Kurikulum
Fungsi evaluasi kurikulum tergambar pada paparan berikut :
1.
Edukatif, untuk mengetahui
kedayagunaan dan keberhasilan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
2.
Instruksional, untuk mengetahui
pendayagunaan dan keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses
belajar mengajar.
3.
Diagnosis, untuk memperoleh
informasi masukan dalam rangka perbaikan kurikulum pendidikan.
4.
Atministratif, untuk memperoleh
informasi masukan dalam pengelolaan program pendidikan.[27]
E.
Azas-azas Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
- Rasional, artinya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mendasar dan obyektif.
- Spesifikasi, artinya mengandung tujuan-tujuan yang jelas dan khusus.
- Manfaat, artinya bermanfaat sesuai dengan hakikat peserta yang mempelajari kurikulum tersebut.
- Efektivitas, artinya mengacu kepada ciri-ciri dan kondisi yang perlu untuk menentukan dampak kurikulum.
- Kondisi, artinya persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan kurikulum.
- Praktis, artinya mengacu kepada faktor-faktor dasar yang menunjang pelaksanaan kurikulum.
- Desiminasi, artinya berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif.[28]
F.
Aspek-aspek Evaluasi kurikulum
Aspek-aspek kurikulum yang perlu dinilai terdiri dari:
1.
Kategori masukan, meliputi:
a.
Ketercapaian target kurikulum yang
telah ditentukan.
b.
Kemampuan awal (entry behavior)
pada peserta didik program pendidikan.
c.
Derajat kemampuan professional
tenaga pelatih/pembimbing/guru.
d.
Kuantitas dan mutu sarana dan
prasarana kelembagaan.
e.
Jumlah dan manfaat waktu yang
tersedia untuk kegiatan-kegiatan kurikuler.
f.
Penyediaan dan pemanfaatan sumber
informasi bagi pelaksanaan kurikulum.
2.
Kategori Proses meliputi:
a.
Koherensi antara unsur-unsur dalam
program pengajaran.
b.
Kedayagunaan dan keterlaksanaan
program pengajaran dalam proses belajar mengajar.
c.
Perumusan isi kurikulum.
d.
Pemilihan dan penggunaan strategi
belajar mengajar dan media pengajaran.
e.
Pengorganisasian kurikulum.
f.
Prosedur evaluasi.
g.
Bimbingan, penyuluhan dan
pengajaran remidi.
3.
Kategori produk dan
pelulusan,meliputi:
a.
Kuantitas dan kualitas kemampuan
yang didapat oleh peserta didik.
b.
Jumlah lulusan program pendidikan.
c.
Karya yang dibuat oleh lulusan.
d.
Keterlaksanaan dan dampak program
pendidikan.[29]
G. Jenis-jenis Program Evaluasi kurikulum
Secara garis besar jenis-jenis program pendidikan yang
akan dievaluasi meliputi 4 hal, yaitu: (1) evaluasi perencanaan program
pendidikan, baik menyangkut need assesement yang menjadi penyebab utama
lahirnya program maupun disain program; (2) evaluasi monitoring, yakni
penilaian proses implementasi / pelaksanaannya apakah sesuai dengan disain atau
tidak dan apakah program secara efektif mencapai kelompok sasaran yang telah
ditetapkan; (3) evaluasi terhadap impact/ product atau akibat dari program baik
akibat utama maupun akibat/ hasil sampingan (positif atau negatif), yang
biasanya dibimbing dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: seberapa jauh program
berhasil mencapai tujuan-tujuannya (penilaian absolute) atau bagaimana keefektifan
program ini dibandingkan dengan program-program lain yang sejenis (penilaian
komparatif), apakah akibat yang dimaksud memang dihasilkan oleh program dan
apakah tidak ada faktor-faktor lain yang tidak dirancang sebagai komponen
program yang justru berperanan penting dalam perwujudan akibat yang dimaksud,
dan apakah program juga membawa akibat-akibat sampingan yang tidak
dikehendaki?; (4) evaluasi efisiensi dan keefektifan program pendidikan.
Pertanyaan-pertanyaan yang bisa dipergunakan adalah: berapakah besarnya biaya-
baik dalam arti tenaga manusia maupun moneter- yang perlu dikerahkan dalam
menyampaikan program kepada kelompok sasaran, apakah pemanfaatan sumber-sumber
dalam rangka penyampaian program cukup efektif apabila dibandingkan dengan kemungkinan-kemungkinanpemanfaatan
yang lain, apakah pencapaian program sepadan dengan pengeluarannya,apakah biaya
untuk satuan hasil (benefit) yang diperoleh dalam program yang bersangkutan
lebih mahal atau lebih murah jika dibandingkan dengan cara lain untuk mencapai
hasil yang sama?; dan (5) evaluasi program pendidikan secara komprehensif
mencakup monitoring serta pengkajian terhadap impact maupun terhadap efisiensi
program, yang dilakukan secara developmental. Evaluasi ini menunjukkan
perhatian terhadap implementasi program (penilaian proses), impact program
dalam arti jangka pendek maupun jangka panjang, serta dalam arti akibat yang
dirancang maupun yang terjadi secara diluar dugaan, dan penilaian terhadap
efisiensi program.[30]
Dalam
konteks program pengembangan Madrasah, maka hal-hal yang dievaluasi meliputi
komponen-komponen berikut: (1) peserta didik, misalnya keunggulan-keunggulan
yang dimiliki atau hambatan-hambatan yang dialami, organisasi kesiswaan sebagai
usaha membina calon/ kader pemimpin di masa depan dan sebagainya; (2) program/
kurikulum baik dalam aspek akademik maupun aspek non akademik, kurikulum lokal,
(3) tenaga kependidikan, yang mencakup guru, pustakawan, laboran, dan konselor
yang berinteraksi langsung dengan siswa, serta supervisor/ pengawas, kepala
sekolah , orang tua siswa, pengurus yayasan, pengelola program pendidikan pada
Kantor Depag (Kotamadya,Propinsi dan Pusat), yang tidak berinteraksi langsung
dengan siswa; (4) sarana, meliputi: ruang kelas dengan berbagai perabotnya,
laboratorium dengan kelengkapannya, perpustakaan dengan koleksi buku dan bahan
belajar lain, ruang keterampilan dengan peralatannya, asrama, ruang
perkantoran, dan ruang serba guna; (5) biaya yang mencakup sumber-sumbernya dan
pengelolaannya; (6) manajemen, termasuk didalamnya manajemen data dan informasi
(EMIS) dan pengembangan School Based Quality Improvement Management, yang
memiliki cirri-ciri tingkat ketergantungan terhadap birokrasi rendah, bersifat
adaptif dan proaktif dalam menghadapi perubahan dan tantangan, memiliki
semangat entrepreneurship yang tinggi dengan secara gigih dan inovatif berani
mengambil tindakan dan menanggung resiko untuk itu, bertanggung jawab terhadap
hasil sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap masukan manajemen dan
sumberdayanya, komitmen yang tinggi pada dirinya, dan prestasi merupakan acuan
bagi penilaiannya; (7) proses belajar pembelajaran yang berfokus kepada para
siswa melalui pendekatan belajar aktif, belajar kolaboratif dan belajar tuntas,
serta berbagai pendekatan pembelajaran inovatif lainnya, seperti pembentukan
group learning, tutorial sejawat (peer leaning), belajar mandiri (independent
learning) dan lain-lain yang intinya meningkatkan aktivitas siswa untuk belajar
dan mengurangi aktivitas guru untuk mengajar; (8) hasil wujud kinerja Madrasah,
misalnya mutu lulusan yang dihasilkan, produktivitas prosesnya, keefektifan dan
efisiensi programnya, temuan atau pembaharuan yang dikembangkannya, semangat
kerjanya, dan perubahan yang terjadi pada dirinya; (9) konteks/lingkungan yang
meliputi lingkungan fisik, non fisik, masyarakat, dan lingkungan organisasi
atau kelembagaan; (10) dampak, yakni hasil pendidikan jangka panjang baik bagi
individu yang bersangkutan maupun bagi masyarakat secara luas, misalnya
keberhasilan dalam menempuh pendidikan lanjut, keberhasilan dalam memperoleh
penghasilan, keberhasilan dalam karir, keberhasilan dalam berwirausaha, dan
keberhasilannya sebagai tokoh masyarakat atau keagamaan.[31]
Dalam
konteks program pengajaran, maka hal-hal yang dapat dievaluasi itu
bermacam-macam. Kita dapat menilai komponen-komponen tertentu dari suatu
program, seperti misalnya: suatu bab tertentu, suatu kegiatan tertentu, suatu
jenis tertentu dari bahan-bahan pengajaran, buku pedoman guru dan siswa, media
pengajaran, bahan-bahan pengayaan (enrichment supplements).[32]
Di samping
itu kita dapat menilai aspek-aspek tertentu dari komponen-komponen tertentu.
Bila menilai buku pegangan siswa misalnya, kita dapat menilai; mutu
illustrasinya, kejelasan uraiannya, urutan dari kegiatan-kegiatan belajar yang
harus dilakukan siswa, latihan-latihannya, dan sebagainya.[33]
H. Kriteria Evaluasi Kurikulum
Kriteria-kriteria evaluasi
program pendidikan meliputi kriteria internal dan eksternal. Kriteria internal
mencakup: (1) koherensinya suatu program, yakni koherensi di antara unsur-unsur
yang saling berinteraksi secara dinamis dan organik untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penilaian kurikulum misalnya, perlu dikaji
koherensi-koherensi antara tujuan dengan evaluasi, antara tujuan dengan
pengalaman belajar, antara pengalaman belajar dengan evaluasi, antara tujuan
dengan bahan; (2) pengaturan sumber, yakni derajat kesesuaian antara tenaga dan
keterampilan staf dengan tugas-tugas yang dispesifikasikan program, sehingga terjadi
keadaan “the right people are doing the right things at the right time”, (3)
reaksi pemakai dan pelaksana program, dalam hal ini kelompok sasaran juga
penting diperhitungkan, sikap dan penerimaan pemakai dan pelaksana ini dapat
diperinci lagi misalnya: kepuasan yang didapat, pencapaian tujuan-tujuan
pribadi, wawasan tentang relevansi program dan sebagainya; (4) cost-
effectiveness, yakni efesiensi penggunaan sumber untuk menghasilkan sesuatu,
dalam arti seluruh biaya investasi baik untuk upah, alat maupun bahan
diperhitungkan atau diuangkan untuk kemudian diperbandingkan dengan hasil yang
dicapai; (5) kemampuan generatif, yakni kemampuan program untuk membuahkan
hasil-hasil positif yang tidak dirancang di dalam disain program, misalnya
munculnya gagasan, konsep atau tehnik baru yang dapat dimanfaatkan di
waktu-waktu berikutnya; (6) impact atau akibat program.[34]
Adapun kriteria eksternal
meliputi: (1) pengarahan kebijakan, dalam arti di samping legalisasi program
juga sejauhmana perencanaan serta implementasi program sesuai dengan
garis-garis kebijakan yang ada, (2) cost-benefit analysis, yakni hasil program
baik yang berupa benda maupun yang tidak berupa benda juga diusahakan untuk
dinyatakan dalam bentuk uang, dengan asumsi bahwa suatu program dianggap
efektif bila benefit-nya lebih besar dari pada cost. Untuk menyatakan
perbandingan antara cost dan benefit adalah: rasio benefit dengan cost, yaitu
benefit dibagi dengan cost, benefit bersih yaitu benefit dikurangi cost, dan
internal rate of return, yaitu benefit yang diperoleh untuk setiap cost
misalnya benefit yang diperoleh untuk setiap puluhan ribu rupiah yang
diinvestasikan; (3) multiplier effects, suatu program dikatakan memiliki
multiplier effects bila hasil baiknya mengimbas-langsung atau tidak
langsung-kepada kelompok-kelompok sasaran yang tadinya tidak termasuk didalam
rancangan program, misalnya: bila pengajaran tentang pelestarian lingkungan
Madrasah kemudian menyebabkan para siswa di luar Madrasah terlibat dalam
berbagai kegiatan pelestarian lingkungan, sehingga mempengaruhi orang tua atau
masyarakat sekitar, maka program pengajaran tentang pelestarian lingkungan itu
dikatakan mempunyai multiplier effects.[35]
Berikut ini akan diberikan
contoh kriteria evaluasi program pengajaran yang dibuat oleh guru, atau biasa
disebut disain instruksional, yang didalamnya biasanya mencakup
komponen-komponen: topic/pokok bahasan yang akan diajarkan; situasi
permulaan/entering behavior, tujuan instruksional; materi pelajaran; kegiatan
belajar mengajar; alat, bahan/sumber pelajaran; dan evaluasi.[36]
Berkaitan
dengan masalah tersebut, dapat disusun beberapa kriteria suatu disain
instruksional, yaitu: (1) kesesuaian antara topik dengan siswa yang diajar; (2)
ketepatan tujuan instruksional; (3) kesesuaian antara tujuan dengan evaluasi;
(4) kesesuaian antara aspek kognitif, afektif dan ketrampilan (psikomotor) dari
tujuan, (5) derajat keaktifan siswa dalam belajar, (6) efektifitas dan
efisiensi dari disain.[37]
BAB
III
PENUTUP
1.
Evaluasi kurikulum adalah
penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai, atau layak-kurang layak terhadap
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria
tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti
kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat.
2.
Model-model evaluasi kurikulum
meliputi : evaluasi model penelitian, evaluasi model obyektif, evaluasi model
campuran multivariasi dan sebagainya.
3.
Tujuan evaluasi kurikulum yaitu
untuk mengambil keputusan tentang penetapan pilihan mana diantara program
pendidikan yang baik, memadai atau layak dilaksanakan, dan mana pula yang
kurang baik, kurang memadai dan kurang layak untuk dilaksanakan. Di samping
itu, evaluasi kurikulum juga bertujuan untuk menyempurnakan program pendidikan
yang direncanakan dan sedang dilaksanakan, dengan jalan memberikan umpan balik
kepada petugas pengembang program.
4.
Fungsi evaluasi kurikulum
diantaranya edukatif, instruksional, diagnosis, dan administratif.
5.
Azas-azas evaluasi kurikulum yakni
rasional, spesifikasi, manfaat, efektifitas, kondisi, praktis, dan desiminasi.
6.
Aspek-aspek evaluasi kurikulum
meliputi : kategori masukan, kategori proses, dan kategori produk dan
pelulusan.
7.
Jenis-jenis program evaluasi
kurikulum meliputi evaluasi perencanaan program pendidikan, evaluasi
monitoring, evaluasi produk, evaluasi efisiensi dan efektifitas, dan evaluasi
program pendidikan secara komprehensif.
8.
Kriteria evaluasi kurikulum
terdiri dari kriteria internal dan kriteria eksternal.
DAFTAR
RUJUKAN
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka
Pelajar : 2004)
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja
Rosdakarya : 2006)
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja
Rosdakarya : 2008)
[1]
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja
Rosdakarya : 2008), 237
[2]
Ibid, 237
[3]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya :
2006),173
[4]
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar:
2004), 187
[5] Ibid,
187
[6] Ibid,
188
[7]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya :
2006),172
[8] Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya :
2006),185
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid,
186
[12] Ibid
[13] Ibid,
187
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid,
188
[17] Ibid,
188
[18] Ibid,
189
[20] Ibid
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Ibid
[24]
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja
Rosdakarya : 2008), 237-238
[25]
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar :
2004), 188
[26] Ibid,
188
[27]
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja
Rosdakarya : 2008), 238-239
[28] Ibid,
239-240
[29] Ibid,
240-241
[30]
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar :
2004), 188-189
[31] Ibid,
190-191
[32] Ibid,
191
[33] Ibid,
191
[34] Ibid,
191-192
[35] Ibid,
192
[36] Ibid,
193
[37] Ibid,
193
Tidak ada komentar:
Posting Komentar