Selasa, 23 Oktober 2012

EVALUASI KURIKULUM


EVALUASI KURIKULUM
Oleh : NARTO (SABDONARTO@GMAIL.COM)



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Setelah kurikulum diimplementasikan beberapa waktu lamanya, dengan pengertian bahwa kurikulum selalu diupayakan dalam kondisi siap untuk dikembangkan kembali dan diperbaiki kembali demi penyempurnaan, maka kurikulum tersebut perlu diadakan penilaian secara menyeluruh.[1]
       Hasil dari penilaian kurikulum yang menyeluruh tersebut digunakan sebagai bahan pengendalian mutu pelaksananan kurikulum dan bahan pengembangan kurikulum pada tahun pelajaran berikutnya.
       Pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada saat kurikulum diimplementasikan akan memberikan kematangan untuk menemukan inovasi-inovasi baru yang lebih baik dan sempurna.[2]
       Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.[3]



B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana pengertian evaluasi kurikulum ?
2.    Bagaimana model-model evaluasi kurikulum ?
3.    Bagaimana tujuan evaluasi kurikulum ?
4.    Bagaimana fungsi evaluasi kurikulum ?
5.    Bagaimana azas evaluasi kurikulum ?
6.    Bagaimana aspek-aspek evaluasi kurikulum ?
7.    Bagaimana jenis-jenis program evaluasi kurikulum ?
8.    Bagaimana kriteria evaluasi kurikulum ?

C.  Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan pembahasan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian evaluasi kurikulum.
2.      Untuk mengetahui model-model evaluasi kurikulum.
3.      Untuk mengetahui tujuan evaluasi kurikulum.
4.      Untuk mengetahui fungsi evaluasi kurikulum.
5.      Untuk mengetahui azas evaluasi kurikulum.
6.      Untuk mengetahui aspek-aspek evaluasi kurikulum.
7.      Untuk mengetahui jenis-jenis program evaluasi kurikulum.
8.      Untuk mengetahui kriteria evaluasi kurikulum.








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Evaluasi Kurikulum
Kurikulum adalah ”suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu”. Sedangkan evaluasi pada dasarnya merupakan ”penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai (judgement), terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan”.[4]
Dengan demikian evaluasi kurikulum berarti “penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai, atau layak-kurang layak terhadap program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat )”.[5]
Dari pengertian itu dapat ditangkap adanya 3 komponen evaluasi, yaitu: (1) deskripsi program pendidikan yang hendak dievaluasi; (2) kriteria yang telah disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan, baik perumusannya maupun penerapannya dalam proses evaluasi; dan (3) penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai, layak-kurang layak atau sejenisnya, yang disebut dengan judgement.[6]
Evaluasi dan kurikulum  merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri, namun ada hubungan sebab akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum.[7]

B.  Model-Model Evaluasi Kurikulum
1.      Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan.
Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan serta hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.[8]
Eksperimen lapangan  dalam pendidikan, dimulai tahun1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Model eksperimen dalam pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat diumpamakan seperti benih, sedang kurikulum serta berbagai fasilitas serta system sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan anak serta hasil yang dicapai dapat digunakan test (pre test dan post tes). Tes adalah teknik penelitian yang biasa digunakan untuk mengukur   kemampuan siswa dalam pencapaian  suatu kompetensi tertentu, melalui pengolahan secara kuantitatif yang hasilnya berbentuk angka. Berdasarkan  angka itulah selanjutnya ditafsirkan tingkat penguasaan kompetensi siswa.[9]
Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan eksperimen lapangan adalah mengadakan  pembandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci. Besarnya sampel, variabel yang terkontrol , hipotesis, treatment, tes hasil belajar dan sebagainya, perlu dirumuskan secara tepat dan rinci.[10]
Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen lapangan yaitu:
1.    Kesulitan administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
2.    Masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji.
3.    Sukar untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol,
4.    Ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat  dilakukan.[11]

2.    Evaluasi Model Obyektif
Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat. Perbedaan model objektif dengan model komparatif ada dalam dua hal :
1)       Dalam model objektif evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum.
2)      Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif ( tujuan khusus )[12]
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif, yaitu:
1.    Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.
2.    Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
3.    Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut.
4.    Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.[13]
Pendekatan ini yang digunakan oleh Ralph Tylor (1930) dalam menyusun tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan tes, sebagai asal mula pendekatan sistem (system approach). Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom dengan kawan-kawannya menyusun klasifikasi sistem tujuan yang meliputi daerah-daerah belajar (cognitive domain). Mereka membagi proses mental yang berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu (1) knowledge, (2) comprehension, (3) application, (4) analysis, (5) synthesis, dan (6) evaluation.[14]
 Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem intruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribed Instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research And Develovment Centre Universitas Pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang memiliki 7 unsur :
1)   Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan nit-unit.
2)   Suatu prosedur program testing.
3)   Pedoman prosedur penulisan.
4)   Materi dan alat pengajaran.
5)   Kegiatan guru dalam kelas.
6)   Kegiatan murid dalam kelas.
7)   Prosedur pengelolaan kelas.[15]

3.    Evaluasi Model Campuran Multivariasi
Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode tersebut  masuk ke bidang kurikulum  dari proyek evaluasi. Metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah computer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960.[16]
Langkah-langkah model multivariasi adalah sebagai berikut:
1)      Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti.
2)      Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal,
3)      Sementara tim penyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
4)      Bila semua  informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer,
5)      Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.[17]
Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam model campuran multivariasi, yaitu:
1.    Diharapkan memberikan tes statistik yang signifikan.
2.    Terlalu banyaknya variabel yang perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan komputer hanya 40 variabel, sedangkan dengan model ini dapat dikumpulkan sampai 300 variabel.
3.    Meskipun model multivariasi telah mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah pembandingan.

4.                                             Model EPIC (Evaluation Program for Innovative Curriculums)
Model EPIC menggambarkan keseluruhan program evaluasi dalam sebuah kubus. Kubus tersebut mempunyai tiga bidang, yaitu:
1.    Behavior (perlakuan) yang menjadi sasaran pendidikan yang meliputi perilaku cognitive, affective dan psychomotor.
2.    Instruction (pengajaran) yang meliputi organization, content, method, facilitiesand cost.
3.    Kelembagaan yang meliputi student, teacher, administrator, educational specialist, family and community[18]

5.                                             Model CIPP (Context, Input, Process dan Product)
Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1.    Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2.    Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.    Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4.    Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.[19]

6.                                             Model C – I – P – O – I
Model pendekatan ini diadopsi dari CIPP-nya Daniel L. Stufflebeam (1971) yang menyatakan bahwa evaluasi dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam pengembangan program. Model pendekatan ini terdiri dari :
1.    Context Evaluation (C); evaluasi untuk menganalisa problem dan kebutuhan dalam suatu sistem. Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk dilakukan dengan tidak melepaskan diri dari konteks yang membentuk sistem itu sendiri dalam upaya pencapaian tujuan program.
2.    Inputs Evaluation (I); mengevaluasi strategi dan sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan program. Hasil input evaluation dapat membantu pengambil keputusan untuk memilih strategi dan sumber terbaik dalam keterbatasan tertentu untuk mencapai tujuan program
3.    Process Evaluation (P); evaluasi dilakukan dengan maksud memonitor proses pelaksanaan program, apakah kegiatan berjalan sesuai dengan perencanaan sehingga mengarah pada pencapaian tujuan program.
4.    Outputs Evaluation (O); evaluasi dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh hasil yang diperoleh oleh program yang telah dikembangkan. Tentu saja, hasilnya dapat digunakan untuk mengambil keputusan apakah program diteruskan, diberhentikan atau secara total diubah.
5.    Impacts Evaluation (I); evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program yang telah dikembangkan memberikan dampak yang positif dalam jangka waktu yang lebih panjang. Pemaparan di atas kiranya dapat digambarkan sebagai berikut:
CONTEXT
INPUTS
PROCESS
OUTPUTS
IMPACTS[20]

7.                                             Model I – P – O
Penerapan model I – P – O pada sistem pembelajaran kiranya dapat digambarkan sebagai berikut :
INPUT
PROCESS
OUT PUT[21]

8.                                             Model I – P – O – I
Penerapan model I – P – O – I pada sistem pembelajaran kiranya dapat digambarkan sebagai berikut :
INPUT
PROCESS
OUT PUTS
IMPACTS[22]

9.                                             Model 3 P (Program – Proses – Produk)
Model pendekatan ini merupakan model yang diadopsi dari model yang dikembangkan oleh Raka Joni (1981); esensi dari pendekatan evaluasi model ini, adalah sebagai berikut :
1.    Evaluasi Program; yakni merupakan evaluasi yang lebih memfokuskan diri pada evaluasi perencanaan program, dengan demikian evaluasi dilakukan sebelum program dilaksanakan untuk menetapkan rasional kelompok sasaran (targetted groups) serta mengidentifikasi kebutuhan (needs assessment) dan potensi yang ada padanya di samping mengkaji dibelakang meja kesesuaian, perangkat kegiatan program dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan untuk dicapai. Dengan demikian maka evaluasi perencanaan program merupakan bagian integral dari pada pengembangan program.
2.    Evaluasi Proses yaitu evaluasi yang cenderung mengarah pada bentuk monitoring yang dilakukan pada saat kegiatan-kegiatan program berlangsung dan dimaksudkan untuk menjawab dua kelompok pertanyaan : apakah kegiatan-kegiatan program dilakukan atau diwujudkan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan di dalam desain program ? apakah program secara efektif mencapai kelompok sasaran yang telah ditetapkan ?. Model evaluasi ini sangat penting untuk pengembangan program sebab tidak dengan sendirinya pelaksanaan kegiatan-kegiatan program sesuai dengan tujuan serta niat yang semula ditetapkan. Dalam bahasa analisis sistem, evaluasi ini dinamakan evaluasi proses.
3.    Evaluasi Produk merupakan evaluasi terhadap aspek hasil ditujukan kepada pencapaian tujuan program baik jangka pendek (hasil antara), maupun jangka panjang (hasil akhir). Maka, yang hendak dinilai adanya kesesuaian antara tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan hasil-hasil yang diperoleh. Di samping itu hasil-hasil sampingan baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki, dapat dideteksi melalui evaluasi ini.[23]

C.  Tujuan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dilakukan bertujuan untuk mencari jawaban atas permasalahan sebagai berikut:
1)      Sejauh mana para pelaku di lapangan sudah memahami dan menguasai kurikulum lengkap dengan semua komponennya.
2)      Sejauh mana efektivitas pelaksanaannya di sekolah.
3)      Sejauh mana efektivitas penggunaan sarana penunjang seperti buku, alat pelajaran/alat peraga dan fasilitas lainnya serta biaya dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.
4)      Sejauh mana siswa telah berhasil mencapai tujuan yang dirumuskan, atau sejauh mana siswa telah menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan.
5)      Apakah ada dampak pelaksanaan kurikulum, baik yang sifatnya positif maupun negatif yang merupakan akibat yang ditimbulkan oleh kurikulum yang belum diperkirakan sebelumnya? [24]
Tujuan evaluasi kurikulum (program pendidikan) adalah untuk mengambil keputusan tentang penetapan pilihan mana diantara program pendidikan yang baik, memadai atau layak dilaksanakan, dan mana pula yang kurang baik, kurang memadai dan kurang layak untuk dilaksanakan, yang biasanya disebut sebagai “evaluasi sumatif “. Di samping itu, evaluasi kurikulum juga bertujuan untuk menyempurnakan program pendidikan yang direncanakan dan sedang dilaksanakan, dengan jalan memberikan umpan balik kepada petugas pengembang program, yang biasanya disebut sebagai “evaluasi formatif”.[25]
Perbedaan kedua tujuan evaluasi kurikulum tersebut bukan terletak pada proses pelaksanaannya, tetapi lebih terletak pada hakikat tindakan yang perlu dilaksanakan sebagai konsekuensi dari judgement yang ditetapkan.[26]

D.  Fungsi Evaluasi Kurikulum
Fungsi evaluasi kurikulum tergambar pada paparan berikut :
1.    Edukatif, untuk mengetahui kedayagunaan dan keberhasilan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
2.    Instruksional, untuk mengetahui pendayagunaan dan keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses belajar mengajar.
3.    Diagnosis, untuk memperoleh informasi masukan dalam rangka perbaikan kurikulum pendidikan.
4.    Atministratif, untuk memperoleh informasi masukan dalam pengelolaan program pendidikan.[27]

E.   Azas-azas Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
  1. Rasional, artinya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mendasar dan obyektif.
  2. Spesifikasi, artinya mengandung tujuan-tujuan yang jelas dan khusus.
  3. Manfaat, artinya bermanfaat sesuai dengan hakikat peserta yang mempelajari kurikulum tersebut.
  4. Efektivitas, artinya mengacu kepada ciri-ciri dan kondisi yang perlu untuk menentukan dampak kurikulum.
  5. Kondisi, artinya persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan kurikulum.
  6. Praktis, artinya mengacu kepada faktor-faktor dasar yang menunjang pelaksanaan kurikulum.
  7. Desiminasi, artinya berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif.[28]


F.   Aspek-aspek Evaluasi kurikulum
Aspek-aspek kurikulum yang perlu dinilai terdiri dari:
1.    Kategori masukan, meliputi:
a.    Ketercapaian target kurikulum yang telah ditentukan.
b.    Kemampuan awal (entry behavior) pada peserta didik program pendidikan.
c.    Derajat kemampuan professional tenaga pelatih/pembimbing/guru.
d.   Kuantitas dan mutu sarana dan prasarana kelembagaan.
e.    Jumlah dan manfaat waktu yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan kurikuler.
f.     Penyediaan dan pemanfaatan sumber informasi bagi pelaksanaan kurikulum.
2.    Kategori Proses meliputi:
a.    Koherensi antara unsur-unsur dalam program pengajaran.
b.    Kedayagunaan dan keterlaksanaan program pengajaran dalam proses belajar mengajar.
c.    Perumusan isi kurikulum.
d.   Pemilihan dan penggunaan strategi belajar mengajar dan media pengajaran.
e.    Pengorganisasian kurikulum.
f.     Prosedur evaluasi.
g.    Bimbingan, penyuluhan dan pengajaran remidi.
3.    Kategori produk dan pelulusan,meliputi:
a.    Kuantitas dan kualitas kemampuan yang didapat oleh peserta didik.
b.    Jumlah lulusan program pendidikan.
c.    Karya yang dibuat oleh lulusan.
d.   Keterlaksanaan dan dampak program pendidikan.[29]

G.  Jenis-jenis Program Evaluasi kurikulum
Secara garis besar jenis-jenis program pendidikan yang akan dievaluasi meliputi 4 hal, yaitu: (1) evaluasi perencanaan program pendidikan, baik menyangkut need assesement yang menjadi penyebab utama lahirnya program maupun disain program; (2) evaluasi monitoring, yakni penilaian proses implementasi / pelaksanaannya apakah sesuai dengan disain atau tidak dan apakah program secara efektif mencapai kelompok sasaran yang telah ditetapkan; (3) evaluasi terhadap impact/ product atau akibat dari program baik akibat utama maupun akibat/ hasil sampingan (positif atau negatif), yang biasanya dibimbing dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: seberapa jauh program berhasil mencapai tujuan-tujuannya (penilaian absolute) atau bagaimana keefektifan program ini dibandingkan dengan program-program lain yang sejenis (penilaian komparatif), apakah akibat yang dimaksud memang dihasilkan oleh program dan apakah tidak ada faktor-faktor lain yang tidak dirancang sebagai komponen program yang justru berperanan penting dalam perwujudan akibat yang dimaksud, dan apakah program juga membawa akibat-akibat sampingan yang tidak dikehendaki?; (4) evaluasi efisiensi dan keefektifan program pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa dipergunakan adalah: berapakah besarnya biaya- baik dalam arti tenaga manusia maupun moneter- yang perlu dikerahkan dalam menyampaikan program kepada kelompok sasaran, apakah pemanfaatan sumber-sumber dalam rangka penyampaian program cukup efektif apabila dibandingkan dengan kemungkinan-kemungkinanpemanfaatan yang lain, apakah pencapaian program sepadan dengan pengeluarannya,apakah biaya untuk satuan hasil (benefit) yang diperoleh dalam program yang bersangkutan lebih mahal atau lebih murah jika dibandingkan dengan cara lain untuk mencapai hasil yang sama?; dan (5) evaluasi program pendidikan secara komprehensif mencakup monitoring serta pengkajian terhadap impact maupun terhadap efisiensi program, yang dilakukan secara developmental. Evaluasi ini menunjukkan perhatian terhadap implementasi program (penilaian proses), impact program dalam arti jangka pendek maupun jangka panjang, serta dalam arti akibat yang dirancang maupun yang terjadi secara diluar dugaan, dan penilaian terhadap efisiensi program.[30]
     Dalam konteks program pengembangan Madrasah, maka hal-hal yang dievaluasi meliputi komponen-komponen berikut: (1) peserta didik, misalnya keunggulan-keunggulan yang dimiliki atau hambatan-hambatan yang dialami, organisasi kesiswaan sebagai usaha membina calon/ kader pemimpin di masa depan dan sebagainya; (2) program/ kurikulum baik dalam aspek akademik maupun aspek non akademik, kurikulum lokal, (3) tenaga kependidikan, yang mencakup guru, pustakawan, laboran, dan konselor yang berinteraksi langsung dengan siswa, serta supervisor/ pengawas, kepala sekolah , orang tua siswa, pengurus yayasan, pengelola program pendidikan pada Kantor Depag (Kotamadya,Propinsi dan Pusat), yang tidak berinteraksi langsung dengan siswa; (4) sarana, meliputi: ruang kelas dengan berbagai perabotnya, laboratorium dengan kelengkapannya, perpustakaan dengan koleksi buku dan bahan belajar lain, ruang keterampilan dengan peralatannya, asrama, ruang perkantoran, dan ruang serba guna; (5) biaya yang mencakup sumber-sumbernya dan pengelolaannya; (6) manajemen, termasuk didalamnya manajemen data dan informasi (EMIS) dan pengembangan School Based Quality Improvement Management, yang memiliki cirri-ciri tingkat ketergantungan terhadap birokrasi rendah, bersifat adaptif dan proaktif dalam menghadapi perubahan dan tantangan, memiliki semangat entrepreneurship yang tinggi dengan secara gigih dan inovatif berani mengambil tindakan dan menanggung resiko untuk itu, bertanggung jawab terhadap hasil sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap masukan manajemen dan sumberdayanya, komitmen yang tinggi pada dirinya, dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya; (7) proses belajar pembelajaran yang berfokus kepada para siswa melalui pendekatan belajar aktif, belajar kolaboratif dan belajar tuntas, serta berbagai pendekatan pembelajaran inovatif lainnya, seperti pembentukan group learning, tutorial sejawat (peer leaning), belajar mandiri (independent learning) dan lain-lain yang intinya meningkatkan aktivitas siswa untuk belajar dan mengurangi aktivitas guru untuk mengajar; (8) hasil wujud kinerja Madrasah, misalnya mutu lulusan yang dihasilkan, produktivitas prosesnya, keefektifan dan efisiensi programnya, temuan atau pembaharuan yang dikembangkannya, semangat kerjanya, dan perubahan yang terjadi pada dirinya; (9) konteks/lingkungan yang meliputi lingkungan fisik, non fisik, masyarakat, dan lingkungan organisasi atau kelembagaan; (10) dampak, yakni hasil pendidikan jangka panjang baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi masyarakat secara luas, misalnya keberhasilan dalam menempuh pendidikan lanjut, keberhasilan dalam memperoleh penghasilan, keberhasilan dalam karir, keberhasilan dalam berwirausaha, dan keberhasilannya sebagai tokoh masyarakat atau keagamaan.[31]
     Dalam konteks program pengajaran, maka hal-hal yang dapat dievaluasi itu bermacam-macam. Kita dapat menilai komponen-komponen tertentu dari suatu program, seperti misalnya: suatu bab tertentu, suatu kegiatan tertentu, suatu jenis tertentu dari bahan-bahan pengajaran, buku pedoman guru dan siswa, media pengajaran, bahan-bahan pengayaan (enrichment supplements).[32]
     Di samping itu kita dapat menilai aspek-aspek tertentu dari komponen-komponen tertentu. Bila menilai buku pegangan siswa misalnya, kita dapat menilai; mutu illustrasinya, kejelasan uraiannya, urutan dari kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa, latihan-latihannya, dan sebagainya.[33]

H.  Kriteria Evaluasi Kurikulum
       Kriteria-kriteria evaluasi program pendidikan meliputi kriteria internal dan eksternal. Kriteria internal mencakup: (1) koherensinya suatu program, yakni koherensi di antara unsur-unsur yang saling berinteraksi secara dinamis dan organik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penilaian kurikulum misalnya, perlu dikaji koherensi-koherensi antara tujuan dengan evaluasi, antara tujuan dengan pengalaman belajar, antara pengalaman belajar dengan evaluasi, antara tujuan dengan bahan; (2) pengaturan sumber, yakni derajat kesesuaian antara tenaga dan keterampilan staf dengan tugas-tugas yang dispesifikasikan program, sehingga terjadi keadaan “the right people are doing the right things at the right time”, (3) reaksi pemakai dan pelaksana program, dalam hal ini kelompok sasaran juga penting diperhitungkan, sikap dan penerimaan pemakai dan pelaksana ini dapat diperinci lagi misalnya: kepuasan yang didapat, pencapaian tujuan-tujuan pribadi, wawasan tentang relevansi program dan sebagainya; (4) cost- effectiveness, yakni efesiensi penggunaan sumber untuk menghasilkan sesuatu, dalam arti seluruh biaya investasi baik untuk upah, alat maupun bahan diperhitungkan atau diuangkan untuk kemudian diperbandingkan dengan hasil yang dicapai; (5) kemampuan generatif, yakni kemampuan program untuk membuahkan hasil-hasil positif yang tidak dirancang di dalam disain program, misalnya munculnya gagasan, konsep atau tehnik baru yang dapat dimanfaatkan di waktu-waktu berikutnya; (6) impact atau akibat program.[34]
     Adapun kriteria eksternal meliputi: (1) pengarahan kebijakan, dalam arti di samping legalisasi program juga sejauhmana perencanaan serta implementasi program sesuai dengan garis-garis kebijakan yang ada, (2) cost-benefit analysis, yakni hasil program baik yang berupa benda maupun yang tidak berupa benda juga diusahakan untuk dinyatakan dalam bentuk uang, dengan asumsi bahwa suatu program dianggap efektif bila benefit-nya lebih besar dari pada cost. Untuk menyatakan perbandingan antara cost dan benefit adalah: rasio benefit dengan cost, yaitu benefit dibagi dengan cost, benefit bersih yaitu benefit dikurangi cost, dan internal rate of return, yaitu benefit yang diperoleh untuk setiap cost misalnya benefit yang diperoleh untuk setiap puluhan ribu rupiah yang diinvestasikan; (3) multiplier effects, suatu program dikatakan memiliki multiplier effects bila hasil baiknya mengimbas-langsung atau tidak langsung-kepada kelompok-kelompok sasaran yang tadinya tidak termasuk didalam rancangan program, misalnya: bila pengajaran tentang pelestarian lingkungan Madrasah kemudian menyebabkan para siswa di luar Madrasah terlibat dalam berbagai kegiatan pelestarian lingkungan, sehingga mempengaruhi orang tua atau masyarakat sekitar, maka program pengajaran tentang pelestarian lingkungan itu dikatakan mempunyai multiplier effects.[35]
     Berikut ini akan diberikan contoh kriteria evaluasi program pengajaran yang dibuat oleh guru, atau biasa disebut disain instruksional, yang didalamnya biasanya mencakup komponen-komponen: topic/pokok bahasan yang akan diajarkan; situasi permulaan/entering behavior, tujuan instruksional; materi pelajaran; kegiatan belajar mengajar; alat, bahan/sumber pelajaran; dan evaluasi.[36]
     Berkaitan dengan masalah tersebut, dapat disusun beberapa kriteria suatu disain instruksional, yaitu: (1) kesesuaian antara topik dengan siswa yang diajar; (2) ketepatan tujuan instruksional; (3) kesesuaian antara tujuan dengan evaluasi; (4) kesesuaian antara aspek kognitif, afektif dan ketrampilan (psikomotor) dari tujuan, (5) derajat keaktifan siswa dalam belajar, (6) efektifitas dan efisiensi dari disain.[37]











BAB III
PENUTUP

1.    Evaluasi kurikulum adalah penetapan baik-buruk, memadai-kurang memadai, atau layak-kurang layak terhadap program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat.
2.    Model-model evaluasi kurikulum meliputi : evaluasi model penelitian, evaluasi model obyektif, evaluasi model campuran multivariasi dan sebagainya.
3.    Tujuan evaluasi kurikulum yaitu untuk mengambil keputusan tentang penetapan pilihan mana diantara program pendidikan yang baik, memadai atau layak dilaksanakan, dan mana pula yang kurang baik, kurang memadai dan kurang layak untuk dilaksanakan. Di samping itu, evaluasi kurikulum juga bertujuan untuk menyempurnakan program pendidikan yang direncanakan dan sedang dilaksanakan, dengan jalan memberikan umpan balik kepada petugas pengembang program.
4.    Fungsi evaluasi kurikulum diantaranya edukatif, instruksional, diagnosis, dan administratif.
5.    Azas-azas evaluasi kurikulum yakni rasional, spesifikasi, manfaat, efektifitas, kondisi, praktis, dan desiminasi.
6.    Aspek-aspek evaluasi kurikulum meliputi : kategori masukan, kategori proses, dan kategori produk dan pelulusan.
7.    Jenis-jenis program evaluasi kurikulum meliputi evaluasi perencanaan program pendidikan, evaluasi monitoring, evaluasi produk, evaluasi efisiensi dan efektifitas, dan evaluasi program pendidikan secara komprehensif.
8.    Kriteria evaluasi kurikulum terdiri dari kriteria internal dan kriteria eksternal.




DAFTAR RUJUKAN


Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar : 2004)
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006)
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008)




[1] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008), 237
[2] Ibid, 237
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006),173
[4] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar: 2004), 187
[5] Ibid, 187
[6] Ibid, 188
[7] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006),172

[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2006),185
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid, 186
[12] Ibid
[13] Ibid, 187
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid, 188
[17] Ibid, 188
[18] Ibid, 189
[20] Ibid
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Ibid
[24] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008), 237-238
[25] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar : 2004), 188
[26] Ibid, 188
[27] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya : 2008), 238-239

[28] Ibid, 239-240
[29] Ibid, 240-241
[30] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan islam, (Surabaya, Pustaka Pelajar : 2004), 188-189
[31] Ibid, 190-191
[32] Ibid, 191
[33] Ibid, 191

[34] Ibid, 191-192
[35] Ibid, 192
[36] Ibid, 193
[37] Ibid, 193

Tidak ada komentar:

Posting Komentar