PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Oleh : NARTO (SABDONARTO@GMAIL.COM)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Dewasa
ini, pendidikan bermutu merupakan sesuatu hal yang harus direncanakan dan
dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkannya, oleh siapapun yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan. Faktanya mutu pendidikan di Indonesia masih
jauh dari membanggakan, karena tenaga pendidik dan tenaga kependidikan tidak
memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Hal ini terjadi karena sumber daya
manusianya tidak memiliki jiwa kreatif dan inovatif, bahkan kecerdasan emosinya
sangat payah.
Sebagaimana,
hasil penelitian Daniel Goleman yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara
menyimpulkan bahwa : ”Kecerdasan Emosi (EQ) menentukan 80 % pencapaian kinerja
individu dan organisasi, sedangkan Kecerdasan Pikiran (IQ) hanya 20 % saja
menentukan kinerja”. Bahkan secara psikologis, orang yang memiliki kecerdasan
emosi (EQ) baik akan mampu menggunakan otaknya dan kecerdasan pikiran (IQ)
secara optimal; sebaliknya, orang yang kecerdasan emosinya buruk tidak mampu menggunakan
otak dan IQ dengan optimal.[1]
Guru menempati peranan suci dalam
mengelola kegiatan pembelajaran. Peranan kunci ini dapat diemban apabila ia
memiliki tingkat kemampuan professional yang tinggi. Kemampuan professional
guru itu tidak diukur dari kemampuan intelektualnya an sich, melainkan juga
dituntut untuk memiliki keunggulan dalam aspek moral, keimanan, ketaqwaan,
disiplin, tanggung jawab, keluasan wawasan kependidikannya dalam mengelola
kegiatan pembelajaran. Keluasan ini dicirikan dengan tumbuhnya semangat
keterbukaan dalam profesi (professional transparency), keluasan dan
diversifikasi layanan (services) dalam menunaikan tugas profesionalnya.[2]
Pegawai
atau personalia, terutama guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan
Islam. Proses pendidikan Islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa peran
guru. Secara institusional, kemajuan suatu lembaga pendidikan lebih ditentukan
oleh pimpinan lembaga tersebut daripada oleh pihak lain. Akan tetapi, dalam
proses pembelajaran, guru berperan paling menentukan melebihi metode atau
materi. Urgensi guru dalam proses pembelajaran ini terlukis dalam ungkapan
berbahasa Arab yang pernah disampaikan A. Malik Fajdar, “Al-thariqah ahammu min
al-maddah walakinna al-muddaris ahammu min al-thariqah (metode lebih penting
daripada materi, tetapi guru lebih penting daripada metode)”.[3]
Islam
mengajarkan manusia untuk bekerja keras, seperti tersebut dalam Al-Qur’an surat
At-Taubah ayat :105.
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur (
cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Dan Katakanlah: "Bekerjalah
kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan.[4]
Bekerja
keraslah demi masa depan penuh dengan harmoni keseimbangan antara kesejahteraan
dunia dan kebahagiaan akhirat, Al-Qur’an memberikan tuntunan dalam surat
Al-Qashash ayat 77 :
Æ÷tGö/$#ur
!$yJÏù
9t?#uä
ª!$#
u#¤$!$#
notÅzFy$#
(
wur
[Ys?
y7t7ÅÁtR
ÆÏB
$u÷R9$#
(
`Å¡ômr&ur
!$yJ2
z`|¡ômr&
ª!$#
øs9Î)
(
wur
Æ÷ö7s?
y$|¡xÿø9$#
Îû
ÇÚöF{$#
(
¨bÎ)
©!$#
w
=Ïtä
tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.[5]
Dalam makalah
ini akan dikemukakan konsep relatif mutu, fungsi-fungsi manajemen sumber daya
manusia, strategi pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia dan
faktor-faktor penentu produktivitas sumber
daya manusia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut
:
1. Bagaimana konsep relatif mutu ?
2. Bagaimana fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia ?
3. Bagaimana strategi pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia ?
4. Bagaimana faktor-faktor penentu produktivitas sumber daya manusia ?
C.
Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah
tersebut di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan pembahasan sebagai
berikut :
1. Untuk
mengetahui konsep relatif mutu.
2. Untuk
mengetahui fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.
3. Untuk
mengetahui strategi pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia.
4. Untuk
mengetahui faktor-faktor penentu produktivitas sumber daya manusia.
D.
Batasan Masalah
Berdasarkan tujuan pembahasan
masalah tersebut di atas, maka penulis
dapat menentukan batasan masalah sebagai berikut :
1. Konsep relatif mutu.
2. Fungsi-fungsi
manajemen sumber daya manusia.
3. Strategi
pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia.
4. Faktor-faktor
penentu produktivitas sumber daya manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Relatif Mutu
Mutu
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan
kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga dengan istilah, mutu sesuai
persepsi (quality in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai mutu yang hanya
ada di mata orang yang melihatnya. Ini merupakan definisi yang sangat penting.
Sebab, ada satu resiko yang seringkali kita abaikan dari definisi ini, yaitu
kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap
mutu. Dan mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada produk
terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan.[6]
Lembaga
pendidikan merupakan suatu lembaga yang menghasilkan produk dalam bentuk jasa, maka
jasa yang ditawarkan oleh pendidikan harus sesuai dengan spesifikasinya, sesuai
dengan tujuan dan manfaat, tanpa cacat, dan tentunya selalu baik sejak awal. Jasa
yang ditawarkan oleh pendidikan tentulah memberi kepuasan kepada pelanggan,
memenuhi kebutuhan pelanggan, dan menyenangkan pelanggan.
Mutu
dapat juga digunakan sebagai suatu konsep relatif. Pengertian ini digunakan
dalam Total Quality Management (TQM). Definisi relatif tersebut memandang mutu
bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap
berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu dapat dikatakan ada apabila
sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang
menentukan apakah terakhir sesuai dengan standar atau belum. Produk atau
layanan yang memiliki mutu, dalam konsep relatif ini tidak harus mahal dan
eksklusif. Produk atau layanan tersebut bisa cantik, tapi tidak harus selalu
demikian. Produk atau layanan tersebut tidak harus spesial, tapi ia harus asli,
wajar, dan familiar.[7]
Definisi
relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek :
1. Quality
Assurance System/Mutu bagi produsen.
Mutu
bagi produsen bisa diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi
spesifikasi awal yang telah ditetapkan dalam gaya yang konsisten. Para produsen
menunjukkan bahwa mutu memiliki sebuah system, yang memungkinkan roda produksi
menghasilkan produk-produk yang, secara konsisten, sesuai dengan standar atau
spesifikasi tertentu. Sebuah produk dikatakan bermutu selama produk tersebut,
secara konsisten, sesuai dengan tuntutan pembuatnya.[8]
2. Quality
in Perception/Mutu bagi pelanggan.
Mutu
bagi pelanggan merupakan sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan
kebutuhan pelanggan. Pelanggan akan selalu membayar lebih untuk mutu yang baik,
tanpa menghiraukan tipe produknya.[9]
B. Fungsi-fungsi
Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Manullang dalam Baharuddin
dan Moh. Makin menyatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia
secara garis besar dapat dideskripsikan, sebagai berikut:
1.
Perencanaan
kebutuhan sumber daya manusia
Secara spesifik perencanaan SDM melibatkan
kegiatan forecasting (memperkirakan) kebutuhan SDM suatu organisasi (personalia
lembaga pendidikan), sekaligus merencanakan langkah-langkah pemenuhannya. Hal
ini dilakukan untuk menjamin agar jumlah maupun tipe personalia yang diperlukan
dapat terpenuhi sesuai dengan waktu dan tempat di mana mereka akan bekerja.[10]
Secara umum tujuan strategis
perencanaan SDM adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan SDM.
Selain itu, juga bertujuan untuk mengembangkan program-program dalam rangka
meminimalisir penyimpangan-penyimpangan atas dasar kepentingan individu dan
organisasi. Agar tujuan tersebut tercapai, maka perlu adanya job analysis,
yakni proses pendeskripsian dan pencatatan tentang jabatan /pekerjaan yang
didasarkan pada uraian pekerjaan (job description) yang meliputi komponen-komponen,
seperti: tugas-tugas, tujuan, tanggung jawab, kondisi kerja dan
karakteristiknya. Setelah itu, dibuatlah job specification (spesifikasi
jabatan) yang memuat uraian tentang keterampilan-keterampilan, pengetahuan dan
kemampuan serta kepribadian yang diperlukan individu untuk melaksanakan jenis
jabatan tertentu.[11]
Manajer
lembaga pendidikan Islam harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi
kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan
pegawai. Dalam melakukan perencanaannya manajer harus mempertimbangkan jumlah
pegawai yang direncanakan, keahlian apa yang dibutuhkan, tingkat pendidikan apa
yang sedang dibutuhkan, jenis ketrampilan macam apa yang menjadi kebutuhan, dan
lain sebagainya.[12]
2. Pengadaan
staf (sumber daya manusia)
Setelah
perencanaan terhadap kebutuhan-kebutuhan dilaksanakan, selanjutnya organisasi
berusaha memenuhi kebutuhan tenaga sesuai dengan tipe pekerjaan, jumlah dan
karakteristik personalia yang diperlukan. Imron yang dikutip oleh Baharuddin dan
Moh. Makin menyatakan, aktivitas pokok fungsi pengadaan antara lain pelaksanaan
rekrutmen calon tenaga (job applicants), pelaksanaan seleksi calon tenaga
sesuai dengan pekerjaan dan karakteristik tenaga yang diperlukan dan penempatan
penugasan/penguasaan staf. [13]
Pegawai
yang baik memiliki berbagai kelebihan dalam berbagai segi, antara lain memilki
iman yang kuat, jujur, amanh, disiplin, cerdas, terampil, cekatan, mudah
tanggap terhadap persoalan, tanggung jawab, mempunyai rasa memilki dan mampu
mengembangkannya, tidak banyak bicara tetapi banyak kerja, berpengalaman, mampu
menghargai orang lain, dan mudah bergaul. Sementara itu, orang yang paling
memenuhi kualifikasi-yanh berarti memiliki peluang yang paling besar untuk bias
diterima sebagai pegawai-adalah orang yang berpotensi tertinggi bias melampaui
standar minimal yang dipersyaratkan, baik berupa kesehatan, tingkat pendidikan,
keahlian, kepribadian, dan sebagainya.[14]
Rekrutmen adalah usaha mencari dan
mendapatkan calon tenaga kerja yang potensial dengan jumlah dan mutu yang
memadai, sehingga organisasi dapat memilih personalia yang benar-benar cocok
dengan kebutuhan jabatan yang tersedia. Seleksi adalah proses pengumpulan data
guna menilai dan memutuskan secara legal siapa yang dapat diangkat sebagai staf
berdasarkan kepentingan individu dan organisasi untuk jangka pendek dan
panjang. Sedangkan penempatan merupakan upaya untuk menjamin bahwa kebutuhan
jabatan dan karakteristik organisasi sangat cocok dengan
keterampilan-keterampilan, pengetahuan, kemampuan preferensi, minat dan
kepribadian yang dimiliki oleh calon pegawai atau anggota organisasi tersebut.[15]
3.
Penilaian
prestasi kerja dan kompensasi
Penilaian prestasi kerja
(performance appraisal), menurut Rowland and Ferris yang dikutip oleh
Baharuddim dan Moh. Makin adalah cara menentukan beberapa produktif staf
tersebut dan apakah ia dapat bekerja efektif di masa yang akan datang, sehingga
baik staf, organisasi dan masyarakat akan mendapat keuntungan.[16]
Penilaian terhadap pegawai
merupakan hal yang sangat penting, baik bagi lembaga pendidikan Islam maupun
bagi pegawai itu sendiri. Penilaian itu tentunya harus dilakukan secara
transparan, obyektif, dan akurat. Sebab, seharusnya penilaian didasarkan pada
prestasi individu secara riil tanpa ditambahi dan dikurangi. Penilaian mencakup
ruang lingkup kecakapan, kemampuan, keterampilan, kedisiplinan, dan sebagainya.
Bagi pegawai negeri, penilaian dilakukan dengan sangat teratur melalui DP3
(Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan), yang meliputi kesetiaan, prestasi
kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa, an
kepemimpinan.[17]
Dengan penilaian kinerja karyawan
seperti ini, sangat dimungkinkan terbangun etos kerja dan penciptaan produk
yang baik sekaligus. Fungsi dari kegiatan pelaksanaan penilaian prestasi kerja
adalah:
(a) Pengembangan
manajemen.
(b) Pengukuran
dan peningkatan prestasi.
(c) Membantu
manajemen dalam melaksanakan fungsi kompensasi.
(d) Membantu
fungsi perencanaan MSDM ke depan.
(e) Media
komunikasi antara atasan dan bawahan.[18]
Atas dasar hasil penilaian prestasi
tersebut, maka fungsi kompensasi harus dilaksanakan secara sesuai dan tepat,
seperti:
(a)
Mengadministrasikan
gaji dan insentif atas dasar hasil penilaian pekerjaan.
(b)
Menyediakan
system pembayaran gaji berdasarkan prestasi.
(c)
Mengatministrasikan
tunjangan pendapatan tambahan (fringe benefits) dari organisasi kepada para
personalia. [19]
Kompensasi
merupakan imbalan yang dapat berwujud uang dan diberikan secara
berkesinambungan. Misalnya, gaji, tunjangan, fasilitas perumahan, insentif,
kendaraan, dan lain-lain. Kompensasi merupakan salah satu tanatangan yang harus
dihadapi manajemen. Manajemen harus ekstra hati-hati menghadapi masalah ini
karena sangat sensitif. Para pegawai juga mempunyai kecenderungan serba kurang
dan suka membandingkan kelebihan kesejahteraan yang diberikan lembaga
pendidikan lain. Sementara itu, dalam hal-hal tertentu minimnya kesejahteraan
dalam lembaga lain tidak pernah dibandingkan dengan kelebihan di lembaga
sendiri.[20]
Kesejahteraan
ini bisa bersifat material maupun nonmaterial. Kesejahteraan material misalnya,
berbentuk uang atau barang, sedangkan kesejahteraan nonmaterial berwujud
seperti pujian, kecepatan dalam memberikan gaji, penghormatan, dan sebagainya.[21]
Cara pemberian gaji kepada para pegawai dalam Islam telah digariskan sesuai
dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
اعطوا
الاجيراجره , قبل ان يجف عرقه
“Berilah
upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering”.[22]
4. Pelatihan
dan pengembangan
Fungsi ini merupakan suatu usaha
peningkatan prestasi kerja para personalia saat ini dan di masa datang, dengan
kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam belajar.
Kegiatan pelatihan dan pengembangan tersebut perlu dilandasi prinsip-prinsip
dasar pelaksanaan program pelatihan, yakni: motivasi individu, pengakuan
perbedaan individual, kesempatan untuk melakukan kegiatan praktis, penguatan
(reinforcement) tujuan dan situasi belajar, serta semangat untuk penstranferan
pengetahuan.[23]
Dua model program pelatihan dan
pengembangan yang dapat dilaksanakan adalah:
(a)
On the job
programs, yakni pelatihan yang dilaksanakan berdasarkan pengalaman langsung
dalam bekerja di organisasi tertentu.
(b)
Off the job
programs, yakni model pelatihan di luar jabatan yang dilaksanakan secara formal
melalui kursus-kursus, pendidikan dan pelatihan.[24]
Ada tiga jenis keterampilan yang
bisa dilakukan oleh para manajer dalam program pelatihan dan pengembangan,
yakni (a) teknis dan professional, (b) interpersonal, seperti pemahaman
memotivasi kerja personalia, efektifitas hubungan dan sensitivitas (kepekaan
hubungan), (c) manajerial dan administratif, seperti pemahaman akan
kompleksitas lembaga pendidikan, merumuskan tujuan dan sasaran organisasi,
memecahkan masalah dan melaksanakan pengawasan.[25]
Pegawai yang telah dimiliki lembaga
pendidikan Islam, baik yang berstatus pegawai negeri maupun swasta, harus
diberi wahana untuk proses pembinaan dan pengembangan. Pembinaan lebih
berorientasi pada pencapaian staandar minimal, yaitu diarahkan untuk dapat
melakukan pekerjaan/tugasnya sebaik mungkin dan menghindari pelanggaran.
Sementara itu, pengembangan lebih berorientasi pada pengembangan karier para
pegawai, termasuk upaya manajer untuk menfasilitasi mereka supaya bisa mencapai
jabatan atau status yang lebih tinggi lagi.[26]
5. Penciptaan
dan pembinaan hubungan kerja yang efektif
Suatu
lembaga pendidikan yang telah memiliki sejumlah personalia perlu pemeliharaan
dengan memberikan penghargaan dan menyediakan kondisi kerja yang menarik,
sehingga membuat mereka betah di tempat kerja. Sebagai bagian dari usaha
tersebut, lembaga pendidikan harus menciptakan dan mempertahankan hubungan
kerja yang efektif dengan para personalia, sehingga tercipta suasana kerja yang
kondusif.[27]
Sehubungan dengan itu terdapat beberapa tugas dan fungsi penciptaan dan pembinaan
hubungan kerja, yaitu:
(a)
Mengakui dan
menghargai hak-hak para personalia
(b)
Memahami
alasan-alasan dan metode yang digunakan para personalia di dalam lembaga
pendidikan tersebut
(c)
Melakukan
negoisasi dan menyelesaikan komplain dengan para personalia maupun organisasi
yang mewakili mereka.[28]
Maka dari itu, manajemen sumber
daya manusia di dalam organisasi pendidikan harus dikelola secara efektif,
sehingga mampu menjadikan organisasi pendidikan tersebut bisa bertahan dan
sukses. Imron Arifin yang dikutip oleh Baharuddin dan Moh. Makin menyatakan,
organisasi pendidikan dapat menghasilkan suatu produk dan jasa yang berkualitas.
Hal demikian menggambarkan bahwa potensi yang dimiliki manusia merupakan faktor
penting bagi keberhasilan suatu organisasi pendidikan. Tanpa sumber daya
manusia, barangkali system dan infrakstruktur secanggih apapun tidak akan dapat
menjalankan roda organisasi pendidikan. Oleh karena itu, sumber daya manusia
merupakan komponen vital dalam pencapaian tujuan organisasi pendidikan.[29]
C. Strategi
Pengembangan dan Peningkatan Sumber Daya Manusia
Dalam
puncak peringatan hari guru, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan
kritik terhadap guru. Dikatakan, guru yang sudah lulus sertifikasi dan
meningkat kesejahteraannya belum mampu meningkatkan kualitasnya (Jawa Pos,
Kamis 1 Desember 2011). Kemudian, Mr Pecut Jawa Pos memberikan komentar
mengenai pernyataan Presiden SBY dengan kalimat yang lugas dengan menyebut guru
sebagai Pahlawan tanpa Kemajuan.[30]
Strategi
yang langsung berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan pengelolaan tenaga
kependidikaan yang lebih efektif adalah kesejahteraan, pendidikan prajabatan
calon tenaga kependidikan, rekrutmen dan penempatan, pembinaan mutu tenaga
kependidikan, dan pengembangaan karier.[31]
1. Kesejahteraan.
Dalam
kaitanya dengan kesejahteraan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
a.
Gaji tenaga
kependidikan perlu senantiasa disesuaikan agar mencapai standar yang wajar bagi
tenaga kependidikan dan keluarganya;
b.
Peningkatan
kesejahteraan tenaga kependidikan yang dilakukan oleh pemerintah pusat harus
diikuti oleh pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, dan orang tua, sejalan
otonomi daerah yang sedang bergulir;
c.
Untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kependidikan di daerah terpencil, perlu diperlakukan system
kontrak, dengan system imbalan yang baik dan menarik.[32]
2. Pendidikan
prajabatan.
Pendidikan
prajabatan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Memperbaiki
system pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan;
b.
Perlu dilakukan
reorientasi program pendidikan agar tidak terjadi ketimpangan tenaga
kependidikan;
c.
Pendidikan
tenaga kependidikan perlu dipersiapkan secara matang melalui system pendidikan
yang bermutu.[33]
3. Rekrutmen
dan penempatan tenaga kependidikan.
Perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Rekrutmen tenaga
kependidikan harus berdasarkan seleksi yang mengutamakan mutu;
b.
Sejalan dengan
semangat otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan maka rekrutmen tenaga
kependidikan perlu didasarkan atas kebutuhan wilayah dengan cakupan kabupaten
dan kota;
c.
Perlu dilakukan
dengan system pengangkatan, penempatan, dan pembinaan tenaga kependidikan yang
memungkinkan para calon tenaga kependidikan mengembangkan diri dan kariernya
secara leluasa, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.[34]
4. Peningkatan
mutu tenaga kependidikan
Perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Perlu senantiasa
dilakukan peningkatan kemampuan tenaga kependidikan agar dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif dan efisien,
b.
Peningkatan mutu
tenaga kependidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal, informal, dan
nonformal, dalam hal ini lembaga-lembaga diklat di lingkungan dinas pendidikan
nasional perlu senantiasa dioptimalkan perannya sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
c.
Sesuai dengan
prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality management) dan
semangat desentralisasi, sekolah perlu diberi kewenangan yang lebih besar untuk
menentukan apa yang terbaik untuk peningkatan mutu tenaga kependidikan.[35]
5. Pengembangan
karier tenaga kependidikan.
Perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Pengangkatan
seseorang dalam jabatan tenaga kependidikan harus dilakukan melalui seleksi
yang ketat, ail dan transparan, dengan mengutamakan kapasitas kepemimpinan yang
bersangkutan.
b.
Fungsi kontrol
dan pengawasan pada semua jenis dan jenjang pendidikan perlu dioptimalkan
sebagai sarana untuk memacu mutu pendidikan.[36]
D. Faktor-faktor
Penentu Produktivitas Sumber Daya Manusia
Balai Pengembangan Produktivitas
Daerah, mengemukakan enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga
kerja yaitu :
1. Sikap
kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat
menerima tambahan tugas, dan bekerja dalaam satu tim.
2. Tingkat
keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan
supervisi serta keterampilan dalam tehnik industry.
3. Hubungan
antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama
antara pimpinan organisasi dengan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas
melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles).
4. Manajemen
produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber dan system kerja
untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5. Efisiensi
tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6. Kewiraswastaan,
yang tercermin dalam pengambilan resiko kreativitas dalam berusaha, dan berada
pada jalur yang benar dalam berusaha.[37]
Disamping
hal tersebut, terdapat pula berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas
kerja, yaitu :
1. Sikap
mental, berupa motivasi, disiplin, dan etika kerja.
2. Pendidikan,
pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memiliki wawasan
yang lebih luas, terutama pengahayatan akan arti penting produktivitas.
Pendidikan di sini dapat berarti pendidikan formal, informal, maupun nonformal.
Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas akan mendorong tenaga
kependidikan yang bersangkutan bertindak produktif.
3. Keterampilan,
makin terampil tenaga kependidikan akan lebih mampu bekerja serta menggunakan
fasilitas dengan baik. Tenaga kependidikan akan menjadi lebih terampil apabila
mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang memadai.
4. Manajemen,
diartikan dengan hal yang berkaitan dengan system yang diterapkan oleh pimpinan
untuk mengelola dan memimpin serta mengendalikan tenaga kependidikan. Manajemen
yang tepat akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga mendorong
tenaga kependidikan untuk bertindak produktif.
5. Hubungan
industrial, dapat :
a.
Menciptakan
ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif sehingga
produktivitas dapat meningkat.
b.
Menciptakan
hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menumbuhkan partisipasi aktif
dalam usaha meningkatkan produktivitas.
c.
Meningkatkan
harkat dan martabat tenaga kependidikan sehingga mendorong diwujudkannya jiwa
yang berdedikasi dalam upaya peningkatan produktivitas sekolah.
6. Tingkat
penghasilan yang memadai dapat menimbulkan konsentrasi kerja, dan kemampuan
yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.
7. Gizi
dan kesehatan akan meningkatkan semangat kerja dan mewujudkan produktivitas
kerja yang tinggi.
8. Jaminan
sosial yang diberikan dinas pendidikan kepada tenaga pendidikan dimaksudkan
untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Jika jaminan sosial tenaga
kependidikan mencukupi maka akan menimbulkan kesenangan bekerja, yang mendorong
pemanfaatan seluruh kemampuan untuk meningkatkan produktivitas kerja.
9. Lingkungan
dan suasana kerja yang baik akan mendorong tenaga kependidikan senang bekerja
dan meningkatkan tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik
menuju ke arah peningkatan produktivitas.
10. Kualitas
sarana pembelajaran berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas, sarana
pembelajaran yang tidak baik akan menimbulkan pemborosan.
11. Teknologi
yang dipakai secara tepat akan mempercepat penyelesaian proses pendidikan,
menghasilkan jumlah lulusan yang berkualitas serta memperkecil pemborosan.
12. Kesempatan
berprestasi dapat menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi
serta pemanfaatan potensi yang dimiliki dalam meningkatkaan produktivitas
kerja.[38]
Untuk melihat efektivitas kinerja,
Larnsen dan Mitchel yang dikutip oleh Mulyasa mengusulkan beberapa teori,
antara lain pendekatan kontigensi (contingency approach) sebagai gabungan dari
berbagai pendekatan lain. Intinya adalah kinerja akan bergantung pada perpaduan
yang tepat antara individu dan pekerjaannya. Untuk mencapai produktivitas
sekolah secara maksimum, sekolah harus menjamin dipilihnya orang yang tepat,
dengan pekerjaan yang tepat disertai kondisi yang memungkinkan bagi mereka
untuk bekerja optimal.[39]
Pada
dasarnya produktivitas mencakup sikap mental patriotik, yang memandang hari
depan secara optimis, dengan berakar pada keyakinan bahwa kehidupan hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Kerja produktif memerlukan keterampilan kerja yang sesuai dengan isi kerja
sehingga bisa menghasilkan penemuan-penemuan baru untuk memperbaiki dan meningkatkan
cara kerja, atau minimal mempertahankan cara kerja yang sudah dianggap baik.
Untuk itu, kerja produktif perlu didukung oleh kemauan yang tinggi, kemampuan
kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan yang nyaman dan kondusif,
penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang
memadai, kondisi kerja yang manusiawi, serta hubungan kerja yang harmonis.[40]
E.
Analisis
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Konsep relatif
mutu adalah mutu yang dipandang berasal dari produk atau layanan tersebut bukan
sebagai atribut produk atau layanan. Produk atau layanan yang memiliki mutu,
dalam konsep relatif ini tidak harus mahal dan eksklusif. Produk atau layanan
tersebut bisa cantik, tapi tidak harus selalu demikian. Produk atau layanan tersebut
tidak harus spesial, tapi ia harus asli, wajar, dan familiar.
2.
Fungsi-fungsi
manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan kebutuhan SDM, pengadaan SDM,
penilaian prestasi kerja dan kompensasi, pelatihan dan pengembangan, dan
penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif.
3.
Strategi
pengembangan dan peningkatan SDM yaitu kesejahteraan, pendidikan prajabatan
calon tenaga kependidikan, rekrutmen dan penempatan, pembinaan mutu tenaga
kependidikan, dan pengembangan karier.
4.
Faktor-faktor
penentu produktivitas SDM meliputi sikap mental, pendidikan, sikap kerja,
tingkat keterampilan, hubungan tenaga kerja dan pimpinan, jaminan sosial,
lingkunagan kerja, tehnologi, manajemen produktivitas, efisiensi tenaga kerja,
kewiraswastaan.
B. Saran
Kepala
sekolah selaku manajer personalia dalam lembaga pendidikan harus mampu
mendayagunakan tenaga pendidikan secara efektif dan efisien guna mencapai hasil
yang optimal, namun dengan tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Pendayagunaan
tenaga kependidikan tidak bersifat pemaksaan fisik, tetapi lebih merupakan
strategi kerja yang tetap mempertimbangkan unsur-unsur manusiawi dengan
sentuhan rohani yang menyenangkan secara efektif dan efisien, sehingga bisa
bekerja secara maksimal dan produktif sekaligus menekan pemborosan.
DAFTAR RUJUKAN
Agus
A. Roziqin, Opini, Jawa Pos, Senin, 5 Desember 2011
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan,
Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd, 1418 H
Anwar
Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM (Bandung, Refika Aditama, 2010)
Baharuddin
dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010)
Edward
Sallis, Total Quality Management in Education ( Yogjakarta, IRCiSoD, 2006)
Muhammad
bin Yazid Abu Abdillah al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Jilid II, (Beirut: Dar
al-Fikr, tt)
Mujamil
Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007)
Mulyasa,
Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006)
Tim
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta.
…, 2003)
Sama
dengan teori barat, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak didik, tugas pendidik yang sekarang ini hampir
ditumpahkan semuanya kepada guru dalam perspektif Islam adalah mengupayakan
perkembangan seluruh potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif,
maupun potensi afektif.[41]
Peranan
guru yang sangat penting tersebut bisa menjadi potensi besar dalam memajukan
atau meningkatkan mutu pendidikan Islam, atau sebaliknya, bisa juga
menghancurkannya. Ketika guru benar-benar berlaku professional dan dapat
mengelola dengan baik, tentunya mereka akan semakin bersemangat dalam
menjalankan tugasnya bahkan rela melakukan inovasi-inovasi pembelajaran untuk
mewujudkan kesuksesan pembelajaran peserta didik. Namun, jika mereka terlantar
akibat tindakan pimpinan, mereka justru bisa menjadi penghambat paling serius
terhadap proses pendidikan Islam. Sikap guru ini sangat bergantung pada
kualitas manajemen personalia. Hal ini terkait erat dengan pelayanan.[42]
Manajemen
personalia memiliki tujuan tertentu yang berorientasi pada optimalisasi system
kerja dalam lembaga pendidikan. E. Mulyasa mengatakan bahwa manajemen
personalia atau tenaga pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga
pendidikan secara efektif dan efisien guna mencapai hasil yang optimal, namun
dengan tetap dalam kondisi yang menyenangkan.[43]
Tujuan
tersebut mengupayakan adanya keseimbangan antara proses bekerja dengan situasi
kerja. Pendayagunaan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien tersebut
merupakan pemanfaatan tenaga sehingga bisa bekerja secara maksimal dan
produktif sekaligus menekan pemborosan. Pendayagunaan ini tidak bersifat
pemaksaan fisik, tetapi lebih merupakan strategi kerja yang tetap
mempertimbangkan unsur-unsur manusiawi. Apalagi, tenaga kependidikan tersebut tetaplah
manusia yang tidak bisa disamakan dengan mesin, sehingga membutuhkan
sentuhan-sentuhan rohani yang menyenangkan. Bahkan, situasi yang menyenangkan
tersebut bisa meringankan beban kerja.[44]
Pertimbangan
ini mengandung implikasi pada dua hal : Pertama, menempatkan para pegawai
supaya tetap dapat mengontrol cara kerja masing-masing sebagai bentuk kesadaran
kerja atau moral kerja yang tidak pamrih untuk diperhatikan oleh pimpinannya.
Hal ini sesuai dengan pepatah Jawa, sepi ing pamrih rame ing gawe (bekerja
keras tanpa pamrih). Keadaan ini tentunya sangat membantu beban pimpinan.
Kedua, memaknai kerja sebagai wasilah atau perantara untuk mendapatkan nafkah
sebagai bekal kehidupan. Melalui pemaknaan seperti ini, subyek kerja adalah
pegawai itu sendiri, yang mampu membendung pengambilalihan peran seperti yang
menjadi kekhawatiran, bahwa justru pekerjaan yang menguasai pegawai, sehingga
pegawai menjadi “diperbudak” oleh pekerjaan, yang tentunya mendegradasi
martabat mereka. Padahal, Islam senantiasa menempatkan manusia pada posisi yang
terhormat dalam serangkaian mekanisme kerja.[45]
Dalam lembaga pendidikan, personalia (sumber daya
manusia) terlebih kepala sekolah/madrasah memiliki peran vital. Sebagai puncak
pimpinan tertinggi dan penanggung jawab pelaksanaan otonomi pendidikan di
tingkat sekolah /madrasah, ia memiliki peran sentral dalam pengelolaan
personalia. Beberapa prinsip dasar manajemen personalia, yang harus dijadikan
pedoman kepala sekolah /madrasah adalah:[46]
a.
Dalam
mengembangkan sekolah /madrasah,sumber daya manusia adalah komponen paling
berharga.
b.
Sumber daya
manusia akan berperan secara optimal, jika dikelola dengan baik, sehingga
mendukung tercapainya tujuan institusi.
c.
Kultur, dan
suasana organisasi sekolah/madrasah, serta perilaku manajerialnya sangat
berpengaruh pada pencapaian tujuan pengembangan sekolah/madrasah.
d.
Manajemen
personalia di sekolah/madrasah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga
(guru, staf administrasi, peserta didik,
orang tua, dan stakeholders) dapat bekerja dan saling mendukung untuk
mencapai tujuan sekolah/madrasah. (Hasbullah, 2006; 113).
Apabila beberapa prinsip dasar manajemen personalia
ini telah dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh kepala sekolah/madrasah,
maka besar harapan pencapaian tujuan sekolah/madrasah tersebut akan lebih mudah
tercapai.
Aktivitas mendasar yang berkenaan dengan semua
personalia di lembaga pendidikan, sudah selayaknya dikelola secara efektif.
Sebab jika tidak, maka organisasi pendidikan itu akan sulit berjalan dengan
baik, Hal ini menunjukkan bahwa SDM menjadi salah satu faktor penting bagi
keberhasilan suatu organisasi, seperti lembaga pendidikan. Oleh karena itu, SDM
perlu dikelola sebaik-baiknya agar dapat didayagunakan untuk kepentingan
organisasi.[47]
Manajemen sumber daya manusia adalah teknik atau
prosedur yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya manusia di dalam suatu
organisasi. Pengelolaan dan pendayagunaan personalia sekolah /madrasah, baik
tenaga edukatif maupun tenaga administratif secara efektif dan efisien banyak
tergantung pada kemampuan kepala sekolah /madrasah baik sebagai manajer dan pemimpin
pada lembaga pendidikan tersebut. (Suryosubroto, 2004: 86 ).[48]
Manajemen sumber daya manusia, secara garis besar memiliki fungsi dan aktifitas
pokok yang diterapkan oleh segenap organisasi atau suatu lembaga pendidikan,
antara lain:
1)
Perencanaan kebutuhan
sumber daya manusia
2)
Pengadaan staf
atau sumber daya manusia
3)
Penilaian dan
kompensasi
4)
Pelatihan dan
pengembangan
5)
Penciptaan dan
pembinaan hubungan kerja yang efektif. (Imron, 2003: 69)[49]
Manajemen Mutu Terpadu atau Total
Quality Management merupakan salah pola manajerial dalam upaya merespon
perubahan masyarakat yang terjadi begitu cepat dan terus menerus. Konsep ini
menawarkan pendekatan baru dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan. Goetsh
dan Davis, seperti yang dikutip oleh Baharuddin dan Moh. Makin mengemukakan
bahwa Total Quality Management (TQM) dapat ditinjau dari dua aspek :
1.
Total Quality
Management (TQM) didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha, dengan upaya memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan yang terus
menrus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi.
2.
Menyangkut cara
pencapaiannya, dan berkaitan dengan lingkungan, dan berkaitan dengan
karakteristik yang terdiri atas (1) berfokus pada pelanggan (internal dan
eksternal), (2) berobsesi tinggi pada kualitas, (3) menggunakan pendekatan
ilmiah, (4) memiliki komitmen jangka panjang, (5) kerja sama tim, (6)
menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (7) menerapkan kebebasan yang
terkendali, (8) memiliki kesatuan tujuan, (9) melibatkan dan memberdayakan
karyawan.[50]
Prinsip esensial
dari Total Quality Management (TQM) adalah upaya mengerjakan sesuatu dengan
benar, dari sejak awal setiap waktu, serta memfokuskan pada spesifikasi apa
yang diharapkan oleh pelanggan dan klien. Arti manjemen dalam Total Quality
Management (TQM) adalh mengharuskan setiap individu, bertanggung jawab sesuai
status, posisi dan peranannya dalam institusi pendidikan untuk memenuhi
kebutuhan, keinginan dan harapan masa sekarang dan masa akan dating secara
berkelanjutan.[51]
Permasalahan
mutu di dalam lembaga pendidikan Islam merupakan permasalahan yang paling
serius dan paling kompleks. Rata-rata, lembaga pendidikan Islam belum ada yang
berhasil merealisasikan mutu pendidikannya. Pada mutu pendidikan itu menjadi
cita-cita bersama seluruh pemikir dan praktisi pendidikan Islam, bahkan telah
diupayakan melalui berbagai cara, metode, pendekatan, strategi, dan kebijakan.[52]
Nanang
Fatah, sebagaimana dikutip oleh Mujamil Qomar menyatakan bahwa ada faktor
internal sekolah yang memberikan kontribusi signifikan terhadap mutu, yaitu :
1.
Kesejahteraan
guru,
2.
Kemampuan guru,
3.
Sarana kelas,
dan
4.
Buku-buku
pelajaran.[53]
1. Perencanaan
Pegawai
Manajer
lembaga pendidikan Islam harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi
kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan
pegawai. Dalam melakukan perencanaannya manajer harus mempertimbangkan jumlah
pegawai yang direncanakan, keahlian apa yang dibutuhkan, tingkat pendidikan apa
yang sedang dibutuhkan, jenis ketrampilan macam apa yang menjadi kebutuhan, dan
lain sebagainya.
Dengan demikian, kegiatan-kegiatan dalam manajemen
personalia senantiasa dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Suatu perencanaan
yang baik adalah perencanaan yang bisa terlaksana sepenuhnya atau setidaknya
mendekati seluruhnya. Oleh karena itu, perencanaan harus didasarkan pada tiga dimensi waktu, yaitu
masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Masa lampau telah
mengantarkan kondisi sekarang sehingga bisa dijadikan acuan untuk merencanakan
masa depan berdasarkan potensi yang ada. Sepanjang situasi yang dihadapi di
masa lampau dan masa sekarang masih sama, maka perkembangan masa lampau yang
telah mengantarkan kondisi masa sekarang ini dapat dijadikan acuan yang sama
untuk memprediksi masa depan. Tetapi, jika situasinya sama sekali lain, maka
dibutuhkan kejelian “membaca” keadaan dalam menyusun perencanaan. Tampaknya
perubahan situasi inilah yang banyak dihadapi oleh para perencana, karenanya
hal ini harus bisa diantisipasi sedini mungkin.
[1] Anwar Prabu
Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM (Bandung, Refika Aditama, 2010), 5
[2] Tim Dirjen
Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta. …,
2003), 24
[3] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),129
[4]
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan, Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd, 1418
H
[5]
Ibid
[6] Edward Sallis,
Total Quality Management in Education ( Yogjakarta, IRCiSoD, 2006),56
[7] Ibid,53
[8] Edward Sallis,
Total Quality Management in Education ( Yogjakarta, IRCiSoD, 2006),54
[9] Ibid,57
[10] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),63
[11] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),63
[12] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),131
[13] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),64
[14] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),133
[15] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),64
[16] Ibid,64
[17] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),141
[18] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),65
[19] Ibid,64
[20] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),139
[21] Ibid,140
[22] Muhammad bin
Yazid Abu Abdillah al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt), 817
[23] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),65
[24] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),66
[25] Ibid,66
[26] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),134
[27] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),66
[28] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),66
[29] Ibid,67
[30] Agus A.
Roziqin, Opini, Jawa Pos, Senin, 5 Desember 2011
[31] Mulyasa,
Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006),128
[32] Ibid,129
[33] Ibid,129
[34] Mulyasa,
Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006),129
[35] Ibid,130
[36] Ibid,130
[37] Mulyasa,
Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006), 138
[38] Mulyasa,
Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006), 140
[39] Ibid, 140
[40] Ibid, 141
[41] Tim Dirjen
Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta. …,
2003), 23
[42] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),129
[43] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),130
[44] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),130
[45] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007),131
[46] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),61
[47] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),62
[48] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),62
[49] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),63
[50] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),31
[51] Baharuddin dan
Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),32
[52] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007),204
[53] Mujamil Qomar.
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007),205