Jumat, 03 Februari 2012

RENUNGAN DIRI


RENUNGAN DIRI
Aku hidup di tengah-tengah orang bodoh yang tidak menghargai orang beradab. Mereka menilai bahwa kepala sama dengan ekor. Manusia memang dikumpulkan oleh rasa kebersamaan. Tetapi di antara mereka ada perbedaan dari segi akal, adab dan harga diri. Seperti halnya emas kemilau yang dibedakan dengan logam karena warna kuningnya. Jika kayu cendana tidak memiliki bau yang harum, mungkinkah manusia dapat membedakannya dengan kayu bakar.
Betapa pedih hatiku, ketika aku berpisah dengan hartaku, tiba-tiba aku didatangi oleh orang saleh. Adalah suatu musibah bagi diriku, pabila ada orang yang meminta bantuan kepadaku, sementara aku tak memiliki apa-apa.
Banyak orang berharap agar aku mati. Jika aku mati, hal itu bukan suatu jalan yanh hanya diciptakan untukku. Kematian orang yang mendahuluiku bukanlah kehancuran. Dan kehidupan orang yang hidup setelahku bukanlah keabadian. Mudah-mudahan orang yang menginginkan kematianku dan mendakwakan bahwa aku telah mati, ia mati terlebih dahulu.
Aku lebih cepat bertindak dengan hati dan idahku. ‘Ku raih kebaikan dengan cepat dank u singkirkan kejelekan dengan sesegera mungkin.
Berilah aku nasehat di kala aku sedang sendiri, dan jangan nasehati aku kala aku berada di tengah kerumunan orang. Memberi nasehat di tengah keramaian orang, sama artinya dengan penghinaan. Dan aku tak sudi mendengarkannya. Pabila kau tak sependapat denganku, dan aku tak mau mendengarkan nasehatmu, maka jangan marah.
Aku merasa cukup dengan Ilmuku yang bermanfaat dan adalah suatu kehinaan jika aku berbuat rakus. Maka bahagialah hidupku bagaikan burung yang terbang bebas. Meskipun terbang jauh, pastilah ku kan kembali ke sarangnya.
Aku bermaksud baik, tetapi yang terjadi malah sesuatu yang buruk. Memang hal itu terjadi, akibat dari keburukanku juga.
Seringkali, waktu ilmuku bertambah aku merasa bahwa aku adalah orang yang berotak tumpul. Semakin bertambah ilmuku, semakin bertambah pula pengetahuanku tentang kebodohan yang membelenggu diriku.
Ku dermakan apa yang aku miliki, meskipun aku harus menanggung lapar, perutku melilit dan tenagaku berkurang. Ku tampakkan ciri-ciri kekayaan pada teman-temanku, hingga mereka silau akan keadaanku. Padahal aku lebih tak mampu daripada mereka. Aku selalu mengadu hanya kepada-Nya, karena hanya Dialah yang Maha tahu keadanku yang sebenarnya.
Ku seberangi laut selatan, namun tak ku dapatkan pemandangan yang indah dan menyejukkan. Bahkan yang ada hanyalah gulungan ombak yang mengerikan. Ku coba menaiki geladak yang paling atas, namun pemandangan semakin terasa menyesakkan.
Ku paparkan kemiskinanku, dengan penuh gairah, kepada riak gelombang yang mengerikan. Namun, iapun malah balik bercerita tentang derita yang meninmpanya.
Ku dendangkan seuntai pantun yang indah dengan irama dan lagu yang menarik. Ku pandang bunga mekar di taman yang indah dan rapi, rumput-rumput hijau bergoyang, melukiskan keindahan alam.
Penyair pintar tak ubahnya ular berbisa, syair-syairnya adalah liur yang beracun. Tapi ingat ! Memusuhi para penyair mengundang penyakit yang berbahaya. Sedangkan obatnya hanyalah kepatuhan kepada mereka.
Wahai penasehat manusia, apa yang sedang engkau lakukan ? Ingatlah ! Usiamu terbatas, sama seperti mereka yang kau nasehati. Jagalah dirimu jangan sampai ternoda, karena sepercik noda di atas kain putih akan tampak dengan sangat jelas. Engkau hapuskan setitik noda di baju orang lain, sedangkan engkau lupa bahwa bajumu hangus terpulas oleh nodamu sendiri. Kau kejar keselamatan, tetapi tidak engkau tempuh jalan kearah itu. Ingatlah ! Tak ada perahu yang berlayar di daratan.
Tak ada harta dan anak yang akan bermanfaat di hari pembalasan. Tetapi mengapa dahsyatnya siksa kubur itu sering dilupakan pengantin pada saat malam pertama.
Aku bertakziah kepadamu bukan karena aku serakah untuk hidup selamanya, tetapi karena ini perintah agama. Yang bertakziah dan yang mendapat ucapan bela sungkawa semuanya akan mati, meskipun mereka akan hidup sampai waktu tertentu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar