Selasa, 23 Oktober 2012

PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA


PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA 
Oleh : NARTO (SABDONARTO@GMAIL.COM)



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, pendidikan bermutu merupakan sesuatu hal yang harus direncanakan dan dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkannya, oleh siapapun yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Faktanya mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari membanggakan, karena tenaga pendidik dan tenaga kependidikan tidak memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Hal ini terjadi karena sumber daya manusianya tidak memiliki jiwa kreatif dan inovatif, bahkan kecerdasan emosinya sangat payah.
Sebagaimana, hasil penelitian Daniel Goleman yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara menyimpulkan bahwa : ”Kecerdasan Emosi (EQ) menentukan 80 % pencapaian kinerja individu dan organisasi, sedangkan Kecerdasan Pikiran (IQ) hanya 20 % saja menentukan kinerja”. Bahkan secara psikologis, orang yang memiliki kecerdasan emosi (EQ) baik akan mampu menggunakan otaknya dan kecerdasan pikiran (IQ) secara optimal; sebaliknya, orang yang kecerdasan emosinya buruk tidak mampu menggunakan otak dan IQ dengan optimal.[1]
Guru menempati peranan suci dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Peranan kunci ini dapat diemban apabila ia memiliki tingkat kemampuan professional yang tinggi. Kemampuan professional guru itu tidak diukur dari kemampuan intelektualnya an sich, melainkan juga dituntut untuk memiliki keunggulan dalam aspek moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggung jawab, keluasan wawasan kependidikannya dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Keluasan ini dicirikan dengan tumbuhnya semangat keterbukaan dalam profesi (professional transparency), keluasan dan diversifikasi layanan (services) dalam menunaikan tugas profesionalnya.[2]
Pegawai atau personalia, terutama guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan Islam. Proses pendidikan Islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa peran guru. Secara institusional, kemajuan suatu lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga tersebut daripada oleh pihak lain. Akan tetapi, dalam proses pembelajaran, guru berperan paling menentukan melebihi metode atau materi. Urgensi guru dalam proses pembelajaran ini terlukis dalam ungkapan berbahasa Arab yang pernah disampaikan A. Malik Fajdar, “Al-thariqah ahammu min al-maddah walakinna al-muddaris ahammu min al-thariqah (metode lebih penting daripada materi, tetapi guru lebih penting daripada metode)”.[3]
Islam mengajarkan manusia untuk bekerja keras, seperti tersebut dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat :105.
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.[4]
Bekerja keraslah demi masa depan penuh dengan harmoni keseimbangan antara kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, Al-Qur’an memberikan tuntunan dalam surat Al-Qashash ayat 77 :
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[5]
Dalam makalah ini akan dikemukakan konsep relatif mutu, fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia, strategi pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia dan faktor-faktor  penentu produktivitas sumber daya manusia.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana konsep relatif mutu ?
2.    Bagaimana fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia ?
3.    Bagaimana strategi pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia ?
4.    Bagaimana faktor-faktor penentu produktivitas sumber daya manusia ?

C.  Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan pembahasan sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui konsep relatif mutu.
2.    Untuk mengetahui fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.
3.    Untuk mengetahui strategi pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia.
4.    Untuk mengetahui faktor-faktor penentu produktivitas sumber daya manusia.

D.  Batasan Masalah
Berdasarkan tujuan pembahasan masalah  tersebut di atas, maka penulis dapat menentukan batasan masalah sebagai berikut :
1.    Konsep relatif mutu.
2.    Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.
3.    Strategi pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia.
4.    Faktor-faktor penentu produktivitas sumber daya manusia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Relatif Mutu
Mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga dengan istilah, mutu sesuai persepsi (quality in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai mutu yang hanya ada di mata orang yang melihatnya. Ini merupakan definisi yang sangat penting. Sebab, ada satu resiko yang seringkali kita abaikan dari definisi ini, yaitu kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu. Dan mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan.[6]
Lembaga pendidikan merupakan suatu lembaga yang menghasilkan produk dalam bentuk jasa, maka jasa yang ditawarkan oleh pendidikan harus sesuai dengan spesifikasinya, sesuai dengan tujuan dan manfaat, tanpa cacat, dan tentunya selalu baik sejak awal. Jasa yang ditawarkan oleh pendidikan tentulah memberi kepuasan kepada pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, dan menyenangkan pelanggan.
Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep relatif. Pengertian ini digunakan dalam Total Quality Management (TQM). Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah terakhir sesuai dengan standar atau belum. Produk atau layanan yang memiliki mutu, dalam konsep relatif ini tidak harus mahal dan eksklusif. Produk atau layanan tersebut bisa cantik, tapi tidak harus selalu demikian. Produk atau layanan tersebut tidak harus spesial, tapi ia harus asli, wajar, dan familiar.[7]
Definisi relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek :
1.    Quality Assurance System/Mutu bagi produsen.
Mutu bagi produsen bisa diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang telah ditetapkan dalam gaya yang konsisten. Para produsen menunjukkan bahwa mutu memiliki sebuah system, yang memungkinkan roda produksi menghasilkan produk-produk yang, secara konsisten, sesuai dengan standar atau spesifikasi tertentu. Sebuah produk dikatakan bermutu selama produk tersebut, secara konsisten, sesuai dengan tuntutan pembuatnya.[8]
2.    Quality in Perception/Mutu bagi pelanggan.
Mutu bagi pelanggan merupakan sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Pelanggan akan selalu membayar lebih untuk mutu yang baik, tanpa menghiraukan tipe produknya.[9]

B.  Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Manullang dalam Baharuddin dan Moh. Makin menyatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia secara garis besar dapat dideskripsikan, sebagai berikut:
1.    Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia
Secara spesifik perencanaan SDM melibatkan kegiatan forecasting (memperkirakan) kebutuhan SDM suatu organisasi (personalia lembaga pendidikan), sekaligus merencanakan langkah-langkah pemenuhannya. Hal ini dilakukan untuk menjamin agar jumlah maupun tipe personalia yang diperlukan dapat terpenuhi sesuai dengan waktu dan tempat di mana mereka akan bekerja.[10]
Secara umum tujuan strategis perencanaan SDM adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan SDM. Selain itu, juga bertujuan untuk mengembangkan program-program dalam rangka meminimalisir penyimpangan-penyimpangan atas dasar kepentingan individu dan organisasi. Agar tujuan tersebut tercapai, maka perlu adanya job analysis, yakni proses pendeskripsian dan pencatatan tentang jabatan /pekerjaan yang didasarkan pada uraian pekerjaan (job description) yang meliputi komponen-komponen, seperti: tugas-tugas, tujuan, tanggung jawab, kondisi kerja dan karakteristiknya. Setelah itu, dibuatlah job specification (spesifikasi jabatan) yang memuat uraian tentang keterampilan-keterampilan, pengetahuan dan kemampuan serta kepribadian yang diperlukan individu untuk melaksanakan jenis jabatan tertentu.[11]
Manajer lembaga pendidikan Islam harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan pegawai. Dalam melakukan perencanaannya manajer harus mempertimbangkan jumlah pegawai yang direncanakan, keahlian apa yang dibutuhkan, tingkat pendidikan apa yang sedang dibutuhkan, jenis ketrampilan macam apa yang menjadi kebutuhan, dan lain sebagainya.[12]
2.    Pengadaan staf (sumber daya manusia)
Setelah perencanaan terhadap kebutuhan-kebutuhan dilaksanakan, selanjutnya organisasi berusaha memenuhi kebutuhan tenaga sesuai dengan tipe pekerjaan, jumlah dan karakteristik personalia yang diperlukan. Imron yang dikutip oleh Baharuddin dan Moh. Makin menyatakan, aktivitas pokok fungsi pengadaan antara lain pelaksanaan rekrutmen calon tenaga (job applicants), pelaksanaan seleksi calon tenaga sesuai dengan pekerjaan dan karakteristik tenaga yang diperlukan dan penempatan penugasan/penguasaan staf. [13]
Pegawai yang baik memiliki berbagai kelebihan dalam berbagai segi, antara lain memilki iman yang kuat, jujur, amanh, disiplin, cerdas, terampil, cekatan, mudah tanggap terhadap persoalan, tanggung jawab, mempunyai rasa memilki dan mampu mengembangkannya, tidak banyak bicara tetapi banyak kerja, berpengalaman, mampu menghargai orang lain, dan mudah bergaul. Sementara itu, orang yang paling memenuhi kualifikasi-yanh berarti memiliki peluang yang paling besar untuk bias diterima sebagai pegawai-adalah orang yang berpotensi tertinggi bias melampaui standar minimal yang dipersyaratkan, baik berupa kesehatan, tingkat pendidikan, keahlian, kepribadian, dan sebagainya.[14]
Rekrutmen adalah usaha mencari dan mendapatkan calon tenaga kerja yang potensial dengan jumlah dan mutu yang memadai, sehingga organisasi dapat memilih personalia yang benar-benar cocok dengan kebutuhan jabatan yang tersedia. Seleksi adalah proses pengumpulan data guna menilai dan memutuskan secara legal siapa yang dapat diangkat sebagai staf berdasarkan kepentingan individu dan organisasi untuk jangka pendek dan panjang. Sedangkan penempatan merupakan upaya untuk menjamin bahwa kebutuhan jabatan dan karakteristik organisasi sangat cocok dengan keterampilan-keterampilan, pengetahuan, kemampuan preferensi, minat dan kepribadian yang dimiliki oleh calon pegawai atau anggota organisasi tersebut.[15]
3.    Penilaian prestasi kerja dan kompensasi
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal), menurut Rowland and Ferris yang dikutip oleh Baharuddim dan Moh. Makin adalah cara menentukan beberapa produktif staf tersebut dan apakah ia dapat bekerja efektif di masa yang akan datang, sehingga baik staf, organisasi dan masyarakat akan mendapat keuntungan.[16]
Penilaian terhadap pegawai merupakan hal yang sangat penting, baik bagi lembaga pendidikan Islam maupun bagi pegawai itu sendiri. Penilaian itu tentunya harus dilakukan secara transparan, obyektif, dan akurat. Sebab, seharusnya penilaian didasarkan pada prestasi individu secara riil tanpa ditambahi dan dikurangi. Penilaian mencakup ruang lingkup kecakapan, kemampuan, keterampilan, kedisiplinan, dan sebagainya. Bagi pegawai negeri, penilaian dilakukan dengan sangat teratur melalui DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan), yang meliputi kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa, an kepemimpinan.[17]
Dengan penilaian kinerja karyawan seperti ini, sangat dimungkinkan terbangun etos kerja dan penciptaan produk yang baik sekaligus. Fungsi dari kegiatan pelaksanaan penilaian prestasi kerja adalah:
(a)      Pengembangan manajemen.
(b)     Pengukuran dan peningkatan prestasi.
(c)      Membantu manajemen dalam melaksanakan fungsi kompensasi.
(d)     Membantu fungsi perencanaan MSDM ke depan.
(e)      Media komunikasi antara atasan dan bawahan.[18]
Atas dasar hasil penilaian prestasi tersebut, maka fungsi kompensasi harus dilaksanakan secara sesuai dan tepat, seperti:
(a)      Mengadministrasikan gaji dan insentif atas dasar hasil penilaian pekerjaan.
(b)     Menyediakan system pembayaran gaji berdasarkan prestasi.
(c)      Mengatministrasikan tunjangan pendapatan tambahan (fringe benefits) dari organisasi kepada para personalia. [19]
Kompensasi merupakan imbalan yang dapat berwujud uang dan diberikan secara berkesinambungan. Misalnya, gaji, tunjangan, fasilitas perumahan, insentif, kendaraan, dan lain-lain. Kompensasi merupakan salah satu tanatangan yang harus dihadapi manajemen. Manajemen harus ekstra hati-hati menghadapi masalah ini karena sangat sensitif. Para pegawai juga mempunyai kecenderungan serba kurang dan suka membandingkan kelebihan kesejahteraan yang diberikan lembaga pendidikan lain. Sementara itu, dalam hal-hal tertentu minimnya kesejahteraan dalam lembaga lain tidak pernah dibandingkan dengan kelebihan di lembaga sendiri.[20]
Kesejahteraan ini bisa bersifat material maupun nonmaterial. Kesejahteraan material misalnya, berbentuk uang atau barang, sedangkan kesejahteraan nonmaterial berwujud seperti pujian, kecepatan dalam memberikan gaji, penghormatan, dan sebagainya.[21] Cara pemberian gaji kepada para pegawai dalam Islam telah digariskan sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
اعطوا الاجيراجره , قبل ان يجف عرقه
“Berilah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering”.[22]
4.    Pelatihan dan pengembangan
Fungsi ini merupakan suatu usaha peningkatan prestasi kerja para personalia saat ini dan di masa datang, dengan kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam belajar. Kegiatan pelatihan dan pengembangan tersebut perlu dilandasi prinsip-prinsip dasar pelaksanaan program pelatihan, yakni: motivasi individu, pengakuan perbedaan individual, kesempatan untuk melakukan kegiatan praktis, penguatan (reinforcement) tujuan dan situasi belajar, serta semangat untuk penstranferan pengetahuan.[23]
Dua model program pelatihan dan pengembangan yang dapat dilaksanakan adalah:
(a)      On the job programs, yakni pelatihan yang dilaksanakan berdasarkan pengalaman langsung dalam bekerja di organisasi tertentu.
(b)     Off the job programs, yakni model pelatihan di luar jabatan yang dilaksanakan secara formal melalui kursus-kursus, pendidikan dan pelatihan.[24]
Ada tiga jenis keterampilan yang bisa dilakukan oleh para manajer dalam program pelatihan dan pengembangan, yakni (a) teknis dan professional, (b) interpersonal, seperti pemahaman memotivasi kerja personalia, efektifitas hubungan dan sensitivitas (kepekaan hubungan), (c) manajerial dan administratif, seperti pemahaman akan kompleksitas lembaga pendidikan, merumuskan tujuan dan sasaran organisasi, memecahkan masalah dan melaksanakan pengawasan.[25]
Pegawai yang telah dimiliki lembaga pendidikan Islam, baik yang berstatus pegawai negeri maupun swasta, harus diberi wahana untuk proses pembinaan dan pengembangan. Pembinaan lebih berorientasi pada pencapaian staandar minimal, yaitu diarahkan untuk dapat melakukan pekerjaan/tugasnya sebaik mungkin dan menghindari pelanggaran. Sementara itu, pengembangan lebih berorientasi pada pengembangan karier para pegawai, termasuk upaya manajer untuk menfasilitasi mereka supaya bisa mencapai jabatan atau status yang lebih tinggi lagi.[26]
5.    Penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif
Suatu lembaga pendidikan yang telah memiliki sejumlah personalia perlu pemeliharaan dengan memberikan penghargaan dan menyediakan kondisi kerja yang menarik, sehingga membuat mereka betah di tempat kerja. Sebagai bagian dari usaha tersebut, lembaga pendidikan harus menciptakan dan mempertahankan hubungan kerja yang efektif dengan para personalia, sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif.[27] Sehubungan dengan itu terdapat beberapa tugas dan fungsi penciptaan dan pembinaan hubungan kerja, yaitu:
(a)      Mengakui dan menghargai hak-hak para personalia
(b)     Memahami alasan-alasan dan metode yang digunakan para personalia di dalam lembaga pendidikan tersebut
(c)      Melakukan negoisasi dan menyelesaikan komplain dengan para personalia maupun organisasi yang mewakili mereka.[28]
Maka dari itu, manajemen sumber daya manusia di dalam organisasi pendidikan harus dikelola secara efektif, sehingga mampu menjadikan organisasi pendidikan tersebut bisa bertahan dan sukses. Imron Arifin yang dikutip oleh Baharuddin dan Moh. Makin menyatakan, organisasi pendidikan dapat menghasilkan suatu produk dan jasa yang berkualitas. Hal demikian menggambarkan bahwa potensi yang dimiliki manusia merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu organisasi pendidikan. Tanpa sumber daya manusia, barangkali system dan infrakstruktur secanggih apapun tidak akan dapat menjalankan roda organisasi pendidikan. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan komponen vital dalam pencapaian tujuan organisasi pendidikan.[29]

C.  Strategi Pengembangan dan Peningkatan Sumber Daya Manusia
Dalam puncak peringatan hari guru, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan kritik terhadap guru. Dikatakan, guru yang sudah lulus sertifikasi dan meningkat kesejahteraannya belum mampu meningkatkan kualitasnya (Jawa Pos, Kamis 1 Desember 2011). Kemudian, Mr Pecut Jawa Pos memberikan komentar mengenai pernyataan Presiden SBY dengan kalimat yang lugas dengan menyebut guru sebagai Pahlawan tanpa Kemajuan.[30]
Strategi yang langsung berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan pengelolaan tenaga kependidikaan yang lebih efektif adalah kesejahteraan, pendidikan prajabatan calon tenaga kependidikan, rekrutmen dan penempatan, pembinaan mutu tenaga kependidikan, dan pengembangaan karier.[31]
1.    Kesejahteraan.
Dalam kaitanya dengan kesejahteraan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
a.       Gaji tenaga kependidikan perlu senantiasa disesuaikan agar mencapai standar yang wajar bagi tenaga kependidikan dan keluarganya;
b.      Peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan yang dilakukan oleh pemerintah pusat harus diikuti oleh pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, dan orang tua, sejalan otonomi daerah yang sedang bergulir;
c.       Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan di daerah terpencil, perlu diperlakukan system kontrak, dengan system imbalan yang baik dan menarik.[32]
2.    Pendidikan prajabatan.
Pendidikan prajabatan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Memperbaiki system pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan;
b.      Perlu dilakukan reorientasi program pendidikan agar tidak terjadi ketimpangan tenaga kependidikan;
c.       Pendidikan tenaga kependidikan perlu dipersiapkan secara matang melalui system pendidikan yang bermutu.[33]
3.    Rekrutmen dan penempatan tenaga kependidikan.
Perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Rekrutmen tenaga kependidikan harus berdasarkan seleksi yang mengutamakan mutu;
b.      Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan maka rekrutmen tenaga kependidikan perlu didasarkan atas kebutuhan wilayah dengan cakupan kabupaten dan kota;
c.       Perlu dilakukan dengan system pengangkatan, penempatan, dan pembinaan tenaga kependidikan yang memungkinkan para calon tenaga kependidikan mengembangkan diri dan kariernya secara leluasa, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.[34]
4.    Peningkatan mutu tenaga kependidikan
Perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Perlu senantiasa dilakukan peningkatan kemampuan tenaga kependidikan agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien,
b.      Peningkatan mutu tenaga kependidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal, dalam hal ini lembaga-lembaga diklat di lingkungan dinas pendidikan nasional perlu senantiasa dioptimalkan perannya sesuai dengan tugas dan fungsinya.
c.       Sesuai dengan prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality management) dan semangat desentralisasi, sekolah perlu diberi kewenangan yang lebih besar untuk menentukan apa yang terbaik untuk peningkatan mutu tenaga kependidikan.[35]
5.    Pengembangan karier tenaga kependidikan.
Perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Pengangkatan seseorang dalam jabatan tenaga kependidikan harus dilakukan melalui seleksi yang ketat, ail dan transparan, dengan mengutamakan kapasitas kepemimpinan yang bersangkutan.
b.      Fungsi kontrol dan pengawasan pada semua jenis dan jenjang pendidikan perlu dioptimalkan sebagai sarana untuk memacu mutu pendidikan.[36]

D.  Faktor-faktor Penentu Produktivitas Sumber Daya Manusia
Balai Pengembangan Produktivitas Daerah, mengemukakan enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja yaitu :
1.    Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas, dan bekerja dalaam satu tim.
2.    Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam tehnik industry.
3.    Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dengan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles).
4.    Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber dan system kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5.    Efisiensi tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6.    Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko kreativitas dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha.[37]
Disamping hal tersebut, terdapat pula berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu :
1.    Sikap mental, berupa motivasi, disiplin, dan etika kerja.
2.    Pendidikan, pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memiliki wawasan yang lebih luas, terutama pengahayatan akan arti penting produktivitas. Pendidikan di sini dapat berarti pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas akan mendorong tenaga kependidikan yang bersangkutan bertindak produktif.
3.    Keterampilan, makin terampil tenaga kependidikan akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas dengan baik. Tenaga kependidikan akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang memadai.
4.    Manajemen, diartikan dengan hal yang berkaitan dengan system yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola dan memimpin serta mengendalikan tenaga kependidikan. Manajemen yang tepat akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga mendorong tenaga kependidikan untuk bertindak produktif.
5.    Hubungan industrial, dapat :
a.    Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif sehingga produktivitas dapat meningkat.
b.    Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas.
c.    Meningkatkan harkat dan martabat tenaga kependidikan sehingga mendorong diwujudkannya jiwa yang berdedikasi dalam upaya peningkatan produktivitas sekolah.
6.    Tingkat penghasilan yang memadai dapat menimbulkan konsentrasi kerja, dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.
7.    Gizi dan kesehatan akan meningkatkan semangat kerja dan mewujudkan produktivitas kerja yang tinggi.
8.    Jaminan sosial yang diberikan dinas pendidikan kepada tenaga pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Jika jaminan sosial tenaga kependidikan mencukupi maka akan menimbulkan kesenangan bekerja, yang mendorong pemanfaatan seluruh kemampuan untuk meningkatkan produktivitas kerja.
9.    Lingkungan dan suasana kerja yang baik akan mendorong tenaga kependidikan senang bekerja dan meningkatkan tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju ke arah peningkatan produktivitas.
10.    Kualitas sarana pembelajaran berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas, sarana pembelajaran yang tidak baik akan menimbulkan pemborosan.
11.    Teknologi yang dipakai secara tepat akan mempercepat penyelesaian proses pendidikan, menghasilkan jumlah lulusan yang berkualitas serta memperkecil pemborosan.
12.    Kesempatan berprestasi dapat menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki dalam meningkatkaan produktivitas kerja.[38]
Untuk melihat efektivitas kinerja, Larnsen dan Mitchel yang dikutip oleh Mulyasa mengusulkan beberapa teori, antara lain pendekatan kontigensi (contingency approach) sebagai gabungan dari berbagai pendekatan lain. Intinya adalah kinerja akan bergantung pada perpaduan yang tepat antara individu dan pekerjaannya. Untuk mencapai produktivitas sekolah secara maksimum, sekolah harus menjamin dipilihnya orang yang tepat, dengan pekerjaan yang tepat disertai kondisi yang memungkinkan bagi mereka untuk bekerja optimal.[39]
Pada dasarnya produktivitas mencakup sikap mental patriotik, yang memandang hari depan secara optimis, dengan berakar pada keyakinan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Kerja produktif memerlukan keterampilan kerja yang sesuai dengan isi kerja sehingga bisa menghasilkan penemuan-penemuan baru untuk memperbaiki dan meningkatkan cara kerja, atau minimal mempertahankan cara kerja yang sudah dianggap baik. Untuk itu, kerja produktif perlu didukung oleh kemauan yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan yang nyaman dan kondusif, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang memadai, kondisi kerja yang manusiawi, serta hubungan kerja yang harmonis.[40]

E.   Analisis







BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Konsep relatif mutu adalah mutu yang dipandang berasal dari produk atau layanan tersebut bukan sebagai atribut produk atau layanan. Produk atau layanan yang memiliki mutu, dalam konsep relatif ini tidak harus mahal dan eksklusif. Produk atau layanan tersebut bisa cantik, tapi tidak harus selalu demikian. Produk atau layanan tersebut tidak harus spesial, tapi ia harus asli, wajar, dan familiar.
2.      Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan kebutuhan SDM, pengadaan SDM, penilaian prestasi kerja dan kompensasi, pelatihan dan pengembangan, dan penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif.
3.      Strategi pengembangan dan peningkatan SDM yaitu kesejahteraan, pendidikan prajabatan calon tenaga kependidikan, rekrutmen dan penempatan, pembinaan mutu tenaga kependidikan, dan pengembangan karier.
4.      Faktor-faktor penentu produktivitas SDM meliputi sikap mental, pendidikan, sikap kerja, tingkat keterampilan, hubungan tenaga kerja dan pimpinan, jaminan sosial, lingkunagan kerja, tehnologi, manajemen produktivitas, efisiensi tenaga kerja, kewiraswastaan.
B.  Saran
Kepala sekolah selaku manajer personalia dalam lembaga pendidikan harus mampu mendayagunakan tenaga pendidikan secara efektif dan efisien guna mencapai hasil yang optimal, namun dengan tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Pendayagunaan tenaga kependidikan tidak bersifat pemaksaan fisik, tetapi lebih merupakan strategi kerja yang tetap mempertimbangkan unsur-unsur manusiawi dengan sentuhan rohani yang menyenangkan secara efektif dan efisien, sehingga bisa bekerja secara maksimal dan produktif sekaligus menekan pemborosan.
DAFTAR RUJUKAN

Agus A. Roziqin, Opini, Jawa Pos, Senin, 5 Desember 2011
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan, Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd, 1418 H
Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM (Bandung, Refika Aditama, 2010)
Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010)
Edward Sallis, Total Quality Management in Education ( Yogjakarta, IRCiSoD, 2006)
Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr, tt)
Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007)
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006)
Tim Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta. …, 2003)














Sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, tugas pendidik yang sekarang ini hampir ditumpahkan semuanya kepada guru dalam perspektif Islam adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif.[41]

Peranan guru yang sangat penting tersebut bisa menjadi potensi besar dalam memajukan atau meningkatkan mutu pendidikan Islam, atau sebaliknya, bisa juga menghancurkannya. Ketika guru benar-benar berlaku professional dan dapat mengelola dengan baik, tentunya mereka akan semakin bersemangat dalam menjalankan tugasnya bahkan rela melakukan inovasi-inovasi pembelajaran untuk mewujudkan kesuksesan pembelajaran peserta didik. Namun, jika mereka terlantar akibat tindakan pimpinan, mereka justru bisa menjadi penghambat paling serius terhadap proses pendidikan Islam. Sikap guru ini sangat bergantung pada kualitas manajemen personalia. Hal ini terkait erat dengan pelayanan.[42]
Manajemen personalia memiliki tujuan tertentu yang berorientasi pada optimalisasi system kerja dalam lembaga pendidikan. E. Mulyasa mengatakan bahwa manajemen personalia atau tenaga pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga pendidikan secara efektif dan efisien guna mencapai hasil yang optimal, namun dengan tetap dalam kondisi yang menyenangkan.[43]
Tujuan tersebut mengupayakan adanya keseimbangan antara proses bekerja dengan situasi kerja. Pendayagunaan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien tersebut merupakan pemanfaatan tenaga sehingga bisa bekerja secara maksimal dan produktif sekaligus menekan pemborosan. Pendayagunaan ini tidak bersifat pemaksaan fisik, tetapi lebih merupakan strategi kerja yang tetap mempertimbangkan unsur-unsur manusiawi. Apalagi, tenaga kependidikan tersebut tetaplah manusia yang tidak bisa disamakan dengan mesin, sehingga membutuhkan sentuhan-sentuhan rohani yang menyenangkan. Bahkan, situasi yang menyenangkan tersebut bisa meringankan beban kerja.[44]
Pertimbangan ini mengandung implikasi pada dua hal : Pertama, menempatkan para pegawai supaya tetap dapat mengontrol cara kerja masing-masing sebagai bentuk kesadaran kerja atau moral kerja yang tidak pamrih untuk diperhatikan oleh pimpinannya. Hal ini sesuai dengan pepatah Jawa, sepi ing pamrih rame ing gawe (bekerja keras tanpa pamrih). Keadaan ini tentunya sangat membantu beban pimpinan. Kedua, memaknai kerja sebagai wasilah atau perantara untuk mendapatkan nafkah sebagai bekal kehidupan. Melalui pemaknaan seperti ini, subyek kerja adalah pegawai itu sendiri, yang mampu membendung pengambilalihan peran seperti yang menjadi kekhawatiran, bahwa justru pekerjaan yang menguasai pegawai, sehingga pegawai menjadi “diperbudak” oleh pekerjaan, yang tentunya mendegradasi martabat mereka. Padahal, Islam senantiasa menempatkan manusia pada posisi yang terhormat dalam serangkaian mekanisme kerja.[45]

Dalam lembaga pendidikan, personalia (sumber daya manusia) terlebih kepala sekolah/madrasah memiliki peran vital. Sebagai puncak pimpinan tertinggi dan penanggung jawab pelaksanaan otonomi pendidikan di tingkat sekolah /madrasah, ia memiliki peran sentral dalam pengelolaan personalia. Beberapa prinsip dasar manajemen personalia, yang harus dijadikan pedoman kepala sekolah /madrasah adalah:[46]
a.       Dalam mengembangkan sekolah /madrasah,sumber daya manusia adalah komponen paling berharga.
b.      Sumber daya manusia akan berperan secara optimal, jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tercapainya tujuan institusi.
c.       Kultur, dan suasana organisasi sekolah/madrasah, serta perilaku manajerialnya sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan pengembangan sekolah/madrasah.
d.      Manajemen personalia di sekolah/madrasah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga (guru, staf administrasi, peserta didik,  orang tua, dan stakeholders) dapat bekerja dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah/madrasah. (Hasbullah, 2006; 113).
Apabila beberapa prinsip dasar manajemen personalia ini telah dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh kepala sekolah/madrasah, maka besar harapan pencapaian tujuan sekolah/madrasah tersebut akan lebih mudah tercapai.
Aktivitas mendasar yang berkenaan dengan semua personalia di lembaga pendidikan, sudah selayaknya dikelola secara efektif. Sebab jika tidak, maka organisasi pendidikan itu akan sulit berjalan dengan baik, Hal ini menunjukkan bahwa SDM menjadi salah satu faktor penting bagi keberhasilan suatu organisasi, seperti lembaga pendidikan. Oleh karena itu, SDM perlu dikelola sebaik-baiknya agar dapat didayagunakan untuk kepentingan organisasi.[47]
Manajemen sumber daya manusia adalah teknik atau prosedur yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya manusia di dalam suatu organisasi. Pengelolaan dan pendayagunaan personalia sekolah /madrasah, baik tenaga edukatif maupun tenaga administratif secara efektif dan efisien banyak tergantung pada kemampuan kepala sekolah /madrasah baik sebagai manajer dan pemimpin pada lembaga pendidikan tersebut. (Suryosubroto, 2004: 86 ).[48] Manajemen sumber daya manusia, secara garis besar memiliki fungsi dan aktifitas pokok yang diterapkan oleh segenap organisasi atau suatu lembaga pendidikan, antara lain:
1)      Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia
2)      Pengadaan staf atau sumber daya manusia
3)      Penilaian dan kompensasi
4)      Pelatihan dan pengembangan
5)      Penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif. (Imron, 2003: 69)[49]
Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management merupakan salah pola manajerial dalam upaya merespon perubahan masyarakat yang terjadi begitu cepat dan terus menerus. Konsep ini menawarkan pendekatan baru dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan. Goetsh dan Davis, seperti yang dikutip oleh Baharuddin dan Moh. Makin mengemukakan bahwa Total Quality Management (TQM) dapat ditinjau dari dua aspek :
1.      Total Quality Management (TQM) didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam menjalankan usaha, dengan upaya memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan yang terus menrus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi.
2.      Menyangkut cara pencapaiannya, dan berkaitan dengan lingkungan, dan berkaitan dengan karakteristik yang terdiri atas (1) berfokus pada pelanggan (internal dan eksternal), (2) berobsesi tinggi pada kualitas, (3) menggunakan pendekatan ilmiah, (4) memiliki komitmen jangka panjang, (5) kerja sama tim, (6) menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (7) menerapkan kebebasan yang terkendali, (8) memiliki kesatuan tujuan, (9) melibatkan dan memberdayakan karyawan.[50]
Prinsip esensial dari Total Quality Management (TQM) adalah upaya mengerjakan sesuatu dengan benar, dari sejak awal setiap waktu, serta memfokuskan pada spesifikasi apa yang diharapkan oleh pelanggan dan klien. Arti manjemen dalam Total Quality Management (TQM) adalh mengharuskan setiap individu, bertanggung jawab sesuai status, posisi dan peranannya dalam institusi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan masa sekarang dan masa akan dating secara berkelanjutan.[51]
Permasalahan mutu di dalam lembaga pendidikan Islam merupakan permasalahan yang paling serius dan paling kompleks. Rata-rata, lembaga pendidikan Islam belum ada yang berhasil merealisasikan mutu pendidikannya. Pada mutu pendidikan itu menjadi cita-cita bersama seluruh pemikir dan praktisi pendidikan Islam, bahkan telah diupayakan melalui berbagai cara, metode, pendekatan, strategi, dan kebijakan.[52]
Nanang Fatah, sebagaimana dikutip oleh Mujamil Qomar menyatakan bahwa ada faktor internal sekolah yang memberikan kontribusi signifikan terhadap mutu, yaitu :
1.      Kesejahteraan guru,
2.      Kemampuan guru,
3.      Sarana kelas, dan
4.      Buku-buku pelajaran.[53]

1.      Perencanaan Pegawai
Manajer lembaga pendidikan Islam harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan pegawai. Dalam melakukan perencanaannya manajer harus mempertimbangkan jumlah pegawai yang direncanakan, keahlian apa yang dibutuhkan, tingkat pendidikan apa yang sedang dibutuhkan, jenis ketrampilan macam apa yang menjadi kebutuhan, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, kegiatan-kegiatan dalam manajemen personalia senantiasa dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Suatu perencanaan yang baik adalah perencanaan yang bisa terlaksana sepenuhnya atau setidaknya mendekati seluruhnya. Oleh karena itu, perencanaan harus  didasarkan pada tiga dimensi waktu, yaitu masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Masa lampau telah mengantarkan kondisi sekarang sehingga bisa dijadikan acuan untuk merencanakan masa depan berdasarkan potensi yang ada. Sepanjang situasi yang dihadapi di masa lampau dan masa sekarang masih sama, maka perkembangan masa lampau yang telah mengantarkan kondisi masa sekarang ini dapat dijadikan acuan yang sama untuk memprediksi masa depan. Tetapi, jika situasinya sama sekali lain, maka dibutuhkan kejelian “membaca” keadaan dalam menyusun perencanaan. Tampaknya perubahan situasi inilah yang banyak dihadapi oleh para perencana, karenanya hal ini harus bisa diantisipasi sedini mungkin.



[1] Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM (Bandung, Refika Aditama, 2010), 5
[2] Tim Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta. …, 2003), 24
[3] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),129
[4] Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan, Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd, 1418 H
[5] Ibid
[6] Edward Sallis, Total Quality Management in Education ( Yogjakarta, IRCiSoD, 2006),56
[7] Ibid,53
[8] Edward Sallis, Total Quality Management in Education ( Yogjakarta, IRCiSoD, 2006),54
[9] Ibid,57
[10] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),63
[11] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),63
[12] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),131
[13] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),64
[14] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),133
[15] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),64
[16] Ibid,64
[17] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),141
[18] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),65
[19] Ibid,64
[20] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),139
[21] Ibid,140
[22] Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), 817
[23] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),65
[24] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),66
[25] Ibid,66
[26] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),134
[27] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),66
[28] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),66
[29] Ibid,67
[30] Agus A. Roziqin, Opini, Jawa Pos, Senin, 5 Desember 2011
[31] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006),128
[32] Ibid,129
[33] Ibid,129
[34] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006),129
[35] Ibid,130
[36] Ibid,130
[37] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006), 138
[38] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Rosda Karya, 2006), 140
[39] Ibid, 140
[40] Ibid, 141
[41] Tim Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta. …, 2003), 23
[42] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),129
[43] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),130
[44] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga,2007),130
[45] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007),131
[46] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),61
[47] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),62
[48] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),62
[49] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),63
[50] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),31
[51] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang, UIN-Maliki Press, 2010),32
[52] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007),204
[53] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya : Erlangga, 2007),205